Pilkada Lebak: Potensi Calon Tunggal Mengancam Demokrasi Sehat

Pilkada Lebak: Potensi Calon Tunggal Mengancam Demokrasi Sehat

Bacaan Lainnya

Oleh Sudrajat Maslahat, S.IP,.M.IKom,.

PILKADA di Kabupaten Lebak dikhawatirkan akan kembali menghadirkan skenario calon tunggal melawan kotak kosong, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Dinamika politik saat ini menunjukkan bahwa sejumlah partai besar mulai merapat ke satu calon, menimbulkan sinyal kuat ke arah calon tunggal.

Idealnya, jika partai politik lebih mengedepankan ideologi dan pendidikan politik, mereka tidak akan terlalu memikirkan siapa lawan yang akan dihadapi. Sebaliknya, mereka akan berfokus pada membentuk koalisi yang kuat untuk memunculkan pasangan calon yang kompeten, tanpa memandang menang atau kalah. Ini akan memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat, sehingga demokrasi dapat berjalan dengan lebih sehat.

Persyaratan untuk maju sebagai calon dalam pilkada memang cukup berat. Calon harus memiliki dukungan 20 persen kursi parlemen atau setidaknya 10 kursi. Sementara itu, untuk calon independen melalui jalur perorangan, dibutuhkan dukungan 6,5 persen dari jumlah pemilih di Lebak, yang setara dengan sekitar 68.120 dukungan KTP. Persyaratan yang tinggi ini sering kali menjadi penghalang munculnya lebih dari satu calon, sehingga pilkada di beberapa daerah berujung pada calon tunggal versus kotak kosong.

Jika calon tunggal kembali terjadi di Pilkada Lebak, hal ini dapat dianggap sebagai kegagalan partai politik dalam mencetak kader calon pemimpin yang kompeten. Demokrasi yang sehat hanya akan menjadi sebuah ilusi jika partai politik tidak mampu menghadirkan lebih dari satu calon pemimpin.

Demi masa depan demokrasi yang lebih baik, undang-undang pilkada perlu direformasi. Reformasi ini harus memungkinkan partisipasi publik yang lebih aktif dalam pilkada. Selain itu, kriteria bagi calon pemimpin harus didasarkan pada kapasitas, kapabilitas, dan integritas, bukan sekadar modal finansial untuk bertarung.

Demokrasi yang maju dan sehat akan tercipta jika ada partisipasi masyarakat yang luas dan kuat. Masyarakat sipil yang aktif dan kuat akan menjadi pondasi bagi demokrasi yang sehat. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi tidak hanya memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar representatif, tetapi juga bahwa proses politik berjalan secara transparan dan akuntabel.–(****)

*). Penulis  adalah Pemerhati Kebijakan Publik, tinggal di Kota Rangkasbitung-Banten.-

Pos terkait