DISKUSI pengembangan komoditi Tanaman Kopi di Kabupaten Lebak, Banten, yang di bedah pegiat petani kopi, akademisi, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup, Perum Perhutani, Pengusaha Cafe, dan anggota Legislatif, di sudut Alun-Alun Kota Rangkasbitung, Banten, Kamis (12/12/2022), nampak begitu menarik.
Saya sendiri, bukan peserta diskusi, apalagi tamu undangan. Di malam itu, saya berkeliling ke tiap-tiap booth pada perhelatan Pekan Raya Lebak (Pameran UMKM) sebagai rangkain milad ke-194 Kabupaten Lebak tanggal 2 Desember 2022. Saat saya menuju jalan Alun-ALun Barat, nampak di situ ada Festival Kopi Lebak. Di ujung booth yang menggelar aneka jenis Kopi terdapat sekelompok pegiat tengah berdiskusi pengembangan komoditi Tanaman Kopi di Lebak.
Naluri sebagai jurnalis muncul seketika. Saya duduk di kursi yang masih tersisa. Saya menyimak materi yang disampaikan para pembicara. Acara yang dipandu oleh Host, Charis Kadafi, seorang aktivis Lebak, nampak membuat suasana diskusi mengalir, hidup dan seru.
Kabid Bina Usaha Pertanian dan Perlindungan Tanaman, Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Irwan Royadi, mengatakan, jumlah petani Tanaman Kopi di Kabupaten Lebak sebanyak 1.999 Kepala Keluarga (KK) dengan luas areal sekitar 1.500 hektar. Dari luas lahan tersbeut hanya 1.244 hektar saja yang masih produktif atau menghasilkan.
Jenis Tanaman Kopi di Lebak sebagian besar jenis Robusta, dengan produksi rata-rata 400 kg/hektar/tahun dalam bentuk green bean. Green bean kopi adalah biji kopi mentah yang belum disangrai dan biasanya berwarna hijau. Sementara produksi Tanaman Kopi untuk ditingkat nasional rata-rata 750 kg/hektar/tahun. Tanam Kopi Ribusta di Lebak, rata-rata usia 20 tahunan, dan sebentar lagi harus diremajakan.
Pada tahun 2019, kata Iwan, Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, mengembangkan Tanaman Kopi pada areal seluas 30 hektar di Kecamatan Cigemblong, Kecamatan Sobang dan Kecamatan muncang. Tiga kecamatan tersebut berada di dataran tinggi Kabupaten Lebak serta cocok untuk pengembagan komoditi Kopi.
Tanaman Kopi di Lebak, di dominasi tiga kecamatan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan pembinaan agar para petani Tanaman Kopi, mampu lebih untutk memperbaiki kualitas kopi dan penanganan pasca panen. Produksi Kopi yang selama ini sudah dikenal masyarakat luas adalah; Kopi Hariang, Kopi Kobaki dan Kopi Banten Kidul.
Ketua Badan Pengelola Geopark Bayah Dome, Ir.Engkap Kapriadi, mengatakan, Kabupaten Lebak banyak memiliki warisan geologi serta keanekaragaman hayati dan budaya yang berpotensi dikembangkan menjadi geopark berkelas nasional, bahkan internasional.
Geopark Bayah Dome merupakan bukti keseriusan Pemkab Lebak dalam mendorong munculnya aktivitas pemberdayaan masyarakat yang inovatif dengan melibatkan sleuruh stakecholder dan menjamin kelestarian sumber daya alam.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Eenergi dan Suber Daya Mineral RI, Noor 164.K/HK.02/MEM.G/2022 tentang Penetapan Warisan Geologi (Geoheritage) ditetapkan 32 situs warisan geologi yang tersebar di 14 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Lebak.
Luas wilayah Kabupaten Lebak 304.472 ha dengan jumlah penduduk 1.4 juta jiwa. Dari luas wilayah tersebut sebanyak 65 persen merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun–Salak (TNGHS) dan kawasan Perum Perhutani.
Dalam pengembangan Tanaman Kopi, masyarakat Lebak, dapat bekerjasama dengan Perhutani untuk dapat mengelola lahan dengan Taman Kopi, melalui tahapan sesuai dengan ketentuan. Oleh sebab apun yang dilakukan, pada dasarnya bagaimana masyarakat bisa meningkatkan perekonomiannya.
Dari diskusi tersebut, agaknya, persoalan dalam pengembangan Tanaman Kopi adalah; terbatasnya ketersediaan lahan, belum tersedianya bibit Tanaman Kopi berkualitas, modal untk pengelolaan budidaya dan penanganan pasa panen.
Ayunda Putri Andini, dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak, mengatakan, bahwa di OPD Dinas LH terdapat bibit Tanaman Kopi. Masyarakat bisa mengajukan permohonan bantuan ketersediaan bibit. Tapi, kata Andini, bibit Tanaman Kopi tersebut diperuntukan untuk penanaman di lahan kritis.–(edy murpik)