Dicari…….Pemimpin yang memiliki Jangkar Efektif

Dicari.......Pemimpin yang memiliki Jangkar EfektifOleh,  Dian Martiani

HARI-HARI menjelang Pemilu tahun 2024 ini tak ubahnya seperti hari-hari yang sama menjelang Pemilu di periode-periode sebelumnya.  Eskalasi politik tidak hanya memanas dikalangan elit saja, namun sudah menjalar ke komunitas-komunitas grassroot setingkat RT dan bahkan keluarga. Suasana panas ini tidak hanya terlihat secara off line di dunia nyata, bahkan ketegangan juga terdeteksi sampai ke grup-grup medsos semacam WhatsApp Grup (WAG).

Bacaan Lainnya

Kemungkinan besar semua ini dirasakan diberbagai lapisan masyarakat dan di berbagai tempat di Indonesia.  Hal ini disatu sisi menjadi indikator yang baik, bahwa hampir semua penduduk negeri ini merasakan suhu dan semangat yang tinggi dalam menyongsong pesta demokrasi lima tahunan ini.  Namun disisi lain menjadi catatan tersendiri, betapa tidak dewasanya (masyarakat) Indonesia dalam berdemokrasi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kehidupan berdemokrasi dikalangan rakyat pada umumnya masih dangkal, kalau tidak bisa dikatakan mundur. Polarisasi keberpihakan masing-masing elemen, menjadi satu alasan ketegangan yang terjadi ditengah masyarakat. Diperlukan pemimpin yang arif di setiap lini, agar polarisasi yang terjadi ini tidak sampai merusak tatanan kehidupan bermasyarakat yang tadinya memiliki kohesi (kelekatan) yang kuat, menjadi merenggang.

Berita-berita terkait sentimen politik dikalangan elit Nasional baik soft maupun hard teramati begitu kuat sehingga tidak sedikit berita-berita ini dijadikan isu utama berbagai halaman media masa. Ada yang memberitakan secara objektif, ada yang terkesan “pesanan”, ada juga yang menambah-nambah sehingga terlihat semakin dramatis, sehingga enak untuk digoreng, ditumis, bahkan digulai..ups

Mereka yang berseteru karena mempertahankan “jagoan”nya masing-masing dalam musim Pemilu ini seakan-akan mengesankan bahwa mereka tengah amnesia, bahwa negeri ini sangat meragam, budayanya, agamanya, adat-istiadatnya, pendidikannya, pekerjaannya, mindsetnya, dan sebagainya. Perbedaan inilah yang boleh jadi menyebabkan banyaknya perbedaan pandangan bahkan pilihan, termasuk pilihan politik dalam Pemilu ini.

Beragam perbedaan yang selama ini justru dijadikan kebanggaan dan disematkan dalam semboyan negara kita “Berbeda-beda tapi tetap satu jua” sedikit terlupakan seiring dengan memanasnya suhu politik menjelang Pemilu. Beberapa laman media on line termasuk Tribun Medan pernah memberitakan bahwa hubungan presiden dengan beberapa Menteri yang memiliki orientasi berbeda dalam pencapresan sempat merenggang. Disinyalir hal seperti ini terjadi sampai ke pemerintahan terbawah, bahkan hingga tingkat Rukun Tetangga alias RT.

Sebuah ayat dalam Al Qur’an yang  artinya: “(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.” (QS Shad:26)

Semakin dekat Pemilu, suasana semakin mencekam, alih-alih memikirkan bagaimana rakyat semakin sejahtera, harga-harga kebutuhan pokok dan tarif dasar listrik bisa diturunkan, menjaga stabilitas dan persatuan rakyat, sebagian besar malah terjebak dalam ambisinya masing-masing.  Membiarkan kerukunan yang telah dibangun tercabik-cabik, rasa persatuan menjadi cidera, saling melukai menjadi hal yang biasa.

Persatuan yang terjalin dalam bentuk silaturahim dan sangat populer di Indonesia, hendaknya tetap menjadi aset sosial yang dipertahankan, apapun situasi dan momen yang sedang terjadi di negara ini. Banyak ayat, hadits, atau kisah yang menyatakan betapa pentingnya silaturahim ini dijaga dan berbagai kebaikan akan datang disebabkan oleh nya. Namun sebaliknya, bagi mereka yang memutuskan silaturahim, apalagi menganjurkan untuk memutuskan silaturahim, maka Allah telah menyediakan azab yang pedih.

Dua buah referensi dalam laman detikHikmah mengatakan: Allah SWT yang Maha Besar dan Maha Kuasa berfirman. “Aku adalah yang Maha Pengasih (Ar-Rahman). Aku membuat ikatan persaudaraan dan memberinya nama dari namaKu. Jika siapa saja mempertahankan ikatan silaturahmi, maka mempertahankan hubungan denganKu. Dan Aku akan memutus hubungan dengan siapa saja yang memutuskan silaturahmi.” (Disebut dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad).

Dari Abu Bakrah dari Nabi beliau bersabda:”Tidak ada dosa yang Allah lebih percepat siksaan kepada pelakunya di dunia serta yang tersimpan untuknya di akhirat selain perbuatan zalim dan memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Tirmidzi)

Kondisi masyarakat sangat ditentukan bagaimana sepak terjang pemimpinnya. Laman betterboard memuat sebuah tulisan yang menyatakan bahwa hendaknya masing-masing pemimpin memiliki “jangkar” nya masing-masing. Sesuatu yang berat(berupa program/kebijakan) yang tetap membuat kapal masyarakat yang dipimpinnya tetap stabil. Meski jangkar ini boleh jadi hanya bersifat sementara. Setelah pemilu, mungkin jangkar yang digunakan akan berbeda sesuai kebutuhan.

Namun demikian, mengandalkan pada sikap pemimpin saja, merupakan hal yang naif. Maka semua anggota masyarakat harus turut serta berperan dalam menjaga kerukunan ini.  Jika ada pandangan berbeda, masing-masing arif dalam bersikap. Gunakan filosofi “mengambil rambut didalam tepung” rambut terambil, tapi tepungnya tidak berserak.

Mari dewasa berdemokrasi, bersatu dalam hal-hal yang diisepakati, dan bertoleransi pada hal-hal yang mengandung perbedaan.  Jangan gadaikan kekayaan rasa persaudaraan kita hanya karena berbeda pilihan.

Untuk pilihan, sertakan DIA dalam mengokohkannya. Minta ditunjukkan yang terbaik dikeheningan malam, saat intervensi manusia tak bisa menjangkau…

Pemilu….Dibawa enjoy aja…jangan sampai menciptakan luka.–(***)

 

*). Dian Martiani,  Pengamat Sosial, Tinggal di  Padang, Sumatera Barat

Pos terkait