Oleh, Dian Martiani
MENJELANG peringatan ke-79 Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 2024, sempat terjadi kegaduhan publik akibat kebijakan yang diterapkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terhadap anggota Paskibraka 2024. Kebijakan tersebut merujuk pada aturan yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang standar pakaian, atribut, dan sikap, tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Penerapan aturan ini mengakibatkan 18 anggota Paskibraka 2024 harus melepaskan jilbabnya.
Yudian Wahyudi, Kepala BPIP berkilah bahwa pihaknya tidak melakukan pemaksaan terhadap anggota Paskibraka 2024 tersebut untuk melepaskan alat penutup aurat mereka, namun mereka sendiri yang secara sukarela menandatangani pernyataan diatas materai 10.000 bahwa mereka akan mengikuti aturan tentang standar pakaian, atribut, sikap, dan tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (detiknews 14/8/1024).
Jika demikian, berarti aturan tersebut yang dipertanyakan, seharusnya sebuah aturan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi apalagi dengan Falsafah Dasar Bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Menurut saya aturan yang telah dibuat BPIP ini menjadi cacat hukum, karena jelas-jelas bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam Sila I, Ketuhanan yang Maha Esa, dimana anggota Paskibraka yang mengenakan jilbab adalah dalam rangka menjalankan ketaatan mereka pada aturan Tuhan yang Maha Esa.
Semula saya heran, mengapa bukan Kementrian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) yang bertanggung jawab dalam insiden ini? Karena ketika saya menjalankan tugas sebagai Paskibraka Kabupaten Lebak Provinsi Banten (Saat itu masih Jawa Barat) pada tahun 1992, kementrian yang mengayomi kegiatan Paskibraka secara nasional adalah Kemenpora.
Setelah saya melakukan penelusuran informasi, ternyata sejak tahun 2022 lalu, Paskibraka tidak lagi berada di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), melainkan sudah berada di bawah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Perpres ini ditandatangani Presiden Jokowi pada 5 April 2022. BPIP pada tahun ini diberikan anggaran tak kurang dari Rp 343 Milyar rupiah (bpip.go.id).
Program Paskibraka di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota berada di bawah koordinasi BPIP melalui kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam negeri. Kendati demikian, panitia Pelaksana dipimpin oleh Sekretarus daerah (Sekda) dan anggotanya meliputi TNI/POLRI, Kesbangpol/Organisasi Perangkat Daerah (OPD). BPIP baru lahir tahun 2022, sementara kebebasan menggunakan jilbab bagi Paskibraka sudah dibolehkan sejak tahun 2002. Hal ini disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat, Irwan Indra dalam laman Republika pada 14 Agustus 2024.
Meskipun BPIP sudah menyatakan permintaan maafnya, namun pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) melalui Ketua Umumnya Gousta Feriza, merasa kecewa dan tetap meminta meminta BPIP selaku pengelola dan penanggung jawab program Paskibraka memberikan klarifikasi.
“Tentunya BPIP selaku Pengelola dan Penanggung Jawab Program Paskibraka bersedia mengevaluasi semua kebijakan dan keputusan-keputusannya yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” kata Gousta dalam konferensi pers di Kantor PPI, Jakarta, Rabu 14 Agustus 2024 lalu.
Menurut Gousta, kejadian ini sudah menimbulkan gejolak di berbagai daerah. Oleh karenanya, PPI Pusat memberikan sikap menolak tegas kebijakan yang melarang Paskibraka putri mengenakan jilbab. Dia juga berharap, BPIP mengklarifikasi soal ini agar tidak menimbulkan kegaduhan publik (Kompas 14/8/2024).
Naluri saya sebagai seorang PPI dan tentunya teman-teman sejawat lainnya menyebabkan kami tidak bisa tinggal diam. Sikap BPIP yang telah mencoreng nilai-nilai Pancasila terutama kaitannya dengan toleransi beragama ini harus segera dihentikan. Penolakan sudah terlihat secara meluas di masyarakat terutama di media sosial. Ternyata kekuatan politik ekstra parlemen ini cukup ampuh membuat BPIP bergeming. Melalui Ketuanya, BPIP telah meminta maaf dan kembali memperbolehkan bagi anggota Paskibraka 2024 yang menggunakan jilbab untuk mengenakannya saat bertugas. Mari kita kawal Bersama komitmen ini.
Adalah miris, ketika anggota Paskibraka yang notabene kelak akan dijadikan Duta Pancasila, harus mengalami Diskriminasi yang bertentangan dengan nilai Pancasila itu sendiri dan justru dilakukan oleh Lembaga negara yang bernama BPIP yang tugasnya adalah membumikan nilai-nilai luhur Pancasila, dan telah mendapat mandat anggaran yang fantastis dari negara.
Kegaduhan ini terasa sampai ke Sumatera Barat, daerah asal Maulia Permata Putri, anggota Paskibraka 2024 yang bertugas membawa baki bendera pusaka. Masyarakat yang memegang teguh prinsip Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah (ABSSBK) ini juga cukup keras bereaksi. Tak kurang dari Ketua MUI, para ulama, dan tokoh-tokoh wanitanya turut bersuara lantang. Bahkan sebagiannya menyuruh pulang atau hendak menjemput anak kemenakan mereka, jika larangan penggunaan jilbab ini tetap diberlakukan.
Di negara yang mayoritasnya Muslim saja, masih ada oknum yang berani mengeluarkan aturan yang melukai umat dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Maka kita khawatir ada perlakuan yang lebih berbahaya bagi saudara-saudara kita yang minoritas. Mari kita kawal bersama implementasi nilai-nilai dasar negara kita ini agar tidak satu orang pun yang dapat merusak implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua kita, tak terkecuali, harus terus berjaga.—(****)
Padang, 16 Agustus 2024.
*). Penulis adalah anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Tahun 1992, tinggal di Sumatera Barat