Dulu Tuan Tanah, Kini Numpang di Kontrakan: Nasib Berubah di Tengah Arus Zaman

Dulu Tuan Tanah, Kini Numpang di Kontrakan: Nasib Berubah di Tengah Arus Zaman

Oleh
Sudirman Indra

Bacaan Lainnya

Cerita tentang satu keluarga yang dulu hidup berkecukupan sebagai tuan tanah, kini harus tinggal di rumah kontrakan, menjadi cermin kerasnya perubahan zaman. Kisah ini bukan dongeng. Ini nyata, terjadi di sekitar kita, dan bisa menimpa siapa saja.

Dulu, mereka punya lahan luas. Sawah terbentang, kebun menghasilkan, dan nama keluarga ini dikenal di kampung sebagai orang kaya. Tapi roda kehidupan terus berputar. Tanah yang dulu jadi sumber penghidupan, kini entah ke mana. Entah dijual sedikit demi sedikit, entah tergadai untuk biaya hidup yang tak lagi bisa ditutup dengan hasil panen.

Perubahan ekonomi dan sosial juga ikut menyeret keadaan. Dulu mungkin tanah jadi simbol kekuatan, sekarang beda cerita. Tanah kalau nggak produktif dan nggak dikelola dengan baik, ya tinggal nama. Sementara itu, nilai-nilai lama seperti banyak anak dianggap berkah, tapi saat tak diimbangi dengan pendidikan dan perencanaan, justru jadi beban.

Faktor pendidikan juga punya peran penting. Banyak warga yang hanya lulusan SD atau SMP. Mau kerja formal susah, mau dagang modalnya nggak ada. Alhasil, nasib makin terhimpit. Pendapatan menurun, biaya hidup naik. Akhirnya, rumah sendiri pun harus dilepas. Sekarang tinggal di kontrakan, numpang hidup di tempat orang lain.

Kisah ini jadi gambaran betapa pentingnya adaptasi di tengah perubahan. Andai sejak dulu ada akses pendidikan yang lebih baik, pelatihan keterampilan, atau usaha kecil yang bisa dikembangkan, mungkin ceritanya akan lain. Diversifikasi usaha juga penting, supaya nggak cuma mengandalkan tanah atau hasil tani. Dunia berubah, dan yang nggak ikut berubah bisa tertinggal.

Kini, keluarga itu hanya bisa mengenang masa lalu. Tapi bukan berarti tak ada harapan. Selalu ada jalan buat bangkit, asal ada kemauan dan dukungan dari lingkungan. Cerita ini bukan untuk menghakimi, tapi jadi pelajaran. Bahwa kekayaan bisa habis, tapi ilmu dan keterampilan bisa jadi penyelamat di tengah badai zaman.

*). Penulis  Pemerhati sosial, lahir dan dibesarkan di Kalimantan Barat

Pos terkait