Gempa di Gunungkidul Berasal dari Zona Megathrust, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa di Gunungkidul Berasal dari Zona Megathrust, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami
ilustrasi (gambar dari Freepik)

Bantengate.id, Yogyakarta, Pada Senin malam (26/8), gempa berkekuatan magnitudo 5,5 mengguncang wilayah Gunungkidul, DI Yogyakarta, dan sekitarnya. Gempa yang terjadi sekitar pukul 19.57 WIB ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat setempat. Menurut laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa ini bersumber dari zona megathrust yang terletak di selatan DI Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Episenter gempa, yang merupakan titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas pusat gempa, terletak di laut, berjarak sekitar 107 km di barat daya Gunungkidul. Sementara itu, hiposenter, atau pusat gempa yang sesungguhnya di bawah permukaan bumi, berada pada kedalaman 42 km.

Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, menjelaskan bahwa gempa ini termasuk dalam kategori gempa dangkal yang terjadi akibat deformasi batuan pada bidang kontak antar lempeng tektonik. Deformasi ini terjadi di zona subduksi di selatan Yogyakarta, yang merupakan wilayah di mana dua lempeng tektonik bertabrakan dan salah satunya menyusup di bawah lempeng lainnya.

“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gunungkidul ini merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng,” jelas Daryono melalui unggahan di media sosial X pada Selasa malam (26/8).

Meski gempa ini berasal dari zona megathrust yang dikenal dapat memicu gempa besar dan tsunami, BMKG memastikan bahwa gempa tersebut tidak menimbulkan ancaman tsunami. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa energi yang dilepaskan oleh gempa ini tidak cukup besar untuk memicu tsunami.

Gempa dengan magnitudo 5,5 ini dirasakan di berbagai wilayah di DIY dengan intensitas yang bervariasi. Di Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul, gempa dirasakan dengan skala intensitas III-IV MMI (Modified Mercalli Intensity), sementara di wilayah lain seperti Malang, Pacitan, Nganjuk, dan Trenggalek, getaran dirasakan pada skala II-III MMI.

BMKG juga melaporkan adanya aktivitas gempa susulan setelah gempa utama terjadi. Hingga Selasa pagi (27/8) pukul 07.00 WIB, telah tercatat 77 kali gempa susulan dengan magnitudo terbesar mencapai 4,0 dan yang terkecil 2,3.

Zona megathrust sendiri adalah area di mana dua lempeng tektonik bertabrakan dan salah satu lempeng menyusup ke bawah lempeng lainnya, yang disebut subduksi. Proses subduksi ini dapat menyebabkan penumpukan energi yang, ketika dilepaskan secara tiba-tiba, bisa memicu gempa besar dan bahkan tsunami. Namun, dalam kasus gempa Gunungkidul kali ini, potensi tsunami berhasil ditepis oleh BMKG melalui analisis mendalam yang dilakukan.

Dengan demikian, meskipun masyarakat sempat khawatir, BMKG menegaskan bahwa gempa ini tidak membawa ancaman tsunami, meskipun terjadi di zona megathrust. Warga diimbau untuk tetap tenang namun waspada terhadap kemungkinan gempa susulan yang masih dapat terjadi.

Pos terkait