Oleh Sudirman Indra
Pemerhati Banjir dan Kekeringan
Kalimantan Barat, dengan luas wilayah mencapai sekitar 146.807 km², merupakan provinsi yang terletak di bagian barat Pulau Kalimantan. Provinsi ini dikenal akan kekayaan alamnya yang melimpah, salah satunya adalah hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Namun, kondisi hutan di Kalimantan Barat kini tengah menghadapi ancaman serius yang dapat merusak keseimbangan alam dan kehidupan sosial masyarakat.
Dulu, hutan Kalimantan Barat menjadi rumah bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan, serta sumber pendapatan bagi banyak keluarga. Salah satu pohon yang paling dikenal adalah Pohon Tengkawang, yang menghasilkan buah setiap tahun dan menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat lokal. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kondisi hutan ini semakin tergerus.
Hutan Kalimantan Barat yang dulunya lebat dan subur kini mengalami kerusakan yang sangat signifikan. Berdasarkan data yang ada, selama beberapa dekade terakhir, provinsi ini telah kehilangan sebagian besar hutan akibat konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan penebangan liar yang tidak terkontrol.
Deforestasi di Kalimantan Barat semakin menjadi perhatian utama, dengan luas hutan yang rusak mencapai lebih dari 3 juta hektar dalam beberapa tahun terakhir. Proses konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit ini menjadi salah satu penyebab utama hilangnya Pohon Tengkawang yang dulunya sangat banyak tumbuh di hutan-hutan Kalimantan Barat.
Pohon Tengkawang, yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena buahnya digunakan dalam industri kosmetik, kini semakin langka. Kehilangan pohon tengkawang ini tidak hanya berdampak pada keanekaragaman hayati, tetapi juga merugikan masyarakat setempat yang menggantungkan hidup mereka pada buah Tengkawang sebagai sumber pendapatan tahunan. Selain itu, hilangnya pohon-pohon ini turut mengganggu ekosistem hutan yang kompleks dan saling bergantung, seperti pola migrasi hewan dan tumbuhan yang saling mendukung kehidupan satu sama lain.
Kerusakan hutan di Kalimantan Barat membawa dampak yang sangat besar, baik bagi lingkungan maupun bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Salah satu dampak paling nyata adalah perubahan ekosistem yang mempengaruhi fungsi alami hutan. Hutan yang sebelumnya berfungsi sebagai penampung air hujan kini telah berubah menjadi lahan perkebunan yang tidak memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan maksimal. Akibatnya, air hujan yang turun langsung mengalir ke sungai, meningkatkan volume air yang menyebabkan banjir.
Banjir yang sering melanda beberapa daerah di Kalimantan Barat bukan hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merusak lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat. Selain itu, banjir juga mengancam keamanan pangan, mengganggu pola hidup masyarakat yang bergantung pada pertanian dan hasil hutan, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Perubahan iklim lokal yang dipicu oleh berkurangnya tutupan hutan turut memperburuk situasi ini.
Kerusakan hutan juga berkontribusi pada pemanasan global. Dengan semakin sedikitnya pohon yang menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca ini dilepaskan kembali ke atmosfer, memperburuk perubahan iklim global. Hal ini tidak hanya berdampak pada Kalimantan Barat, tetapi juga mempengaruhi iklim secara keseluruhan, yang berpotensi memperburuk fenomena cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir.
Untuk mengatasi kerusakan hutan dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak banjir adalah dengan memastikan setiap lahan yang dikelola memiliki tandon atau danau buatan untuk menampung air hujan.
Tandon air ini juga memiliki manfaat tambahan, yaitu mengurangi erosi tanah dan meningkatkan daya serap air ke dalam tanah. Oleh karena itu, pengelolaan tandon air ini harus diatur dengan baik oleh kementerian terkait agar dapat berfungsi dengan optimal.
Pemerintah harus memastikan bahwa setiap sektor pertanian dan perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit, memperhatikan keberlanjutan lingkungan dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan. Salah satu langkah yang penting adalah kewajiban bagi perusahaan perkebunan besar untuk menyiapkan tandon air sekitar 5% dari luas lahan yang digunakan. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi risiko banjir yang sering melanda daerah-daerah perkebunan.
Selain itu, konservasi hutan harus menjadi prioritas utama dalam upaya menjaga keseimbangan ekosistem. Pemerintah harus memperkuat pengawasan terhadap praktik illegal logging dan memastikan bahwa aktivitas konversi hutan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kebijakan untuk rehabilitasi hutan dan restorasi lahan yang telah rusak harus dikembangkan secara lebih serius. Program-program ini akan membantu memulihkan fungsi ekosistem hutan yang rusak dan mengembalikan keanekaragaman hayati yang hilang.—(****)
*). Penulis lahir dan dibesarkan di Kalimantan Barat