Jokowi Cawe Cawe Bisa Membahayakan Negara
Oleh, Ajat Sudrajat
BAHWA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ada landasan etik dan moral bagi para penyelenggara negara, terutama Presiden sebagai penyelenggara negara tertinggi dalam kabinet presidensial seperti di Indonesia, sehingga tercipta suasana yang harmoni dan keteladanan bagi masyarakat sesuai dengan yang diamanatkan Tap MPR Nomor VI Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Mengutip pengertian Etika Politik dan Pemerintahan yang tertuang dalam Tap MPR Nomor: VI Tahun 2001 mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
Presiden selaku negarawan seharusnya menjunjung tinggi nilai Etika Kehidupan Berbangsa seperti tersebut diatas, mampu menjaga kondusifitas, keberlangsungan demokrasi yang baik, menjaga harmoni, memberikan jaminan kepastian hukum, dan menjamin kebebasan orang untuk memilih dan di pilih sebagai hak dari warga negara, bukan misal justru sebaliknya memperkeruh suasana, menjegal hak-hak politik orang lain, memperalat hukum sebagai instrumen politik.
Seandainya kebablasan maka dapat dianggap presiden membahayakan negara. Tentu kita semua sebagai warga negara yang baik tidak mengharapkan itu semua terjadi. Kita justru berharap di masa-masa menjelang akhir jabatannya Presiden Jokowi mampu memberikan kesejukan pada rakyat sehingga dapat mengakhiri masa jabatan nya dengan baik dan legowo.
DPR sebagai lembaga wakil rakyat tertinggi hendaknya tidak ragu untuk mengingatkan Presiden jika keluar dari rambu-rambu etika kehidupan berbangsa sehingga keberlangsungan demokrasi hasil dari jerih payah reformasi 1998 dapat terpelihara dengan baik.
Menyimak kondisi yang ada saat ini, menjelang pemilu yang tersisa waktu 8 bulan seharus nya pemerintah fokus pada pembersihan mafia mafia pemilu ini sehingga demokrasi bisa berjalan dengan baik. Segala bentuk upaya penjegalan politik, pembunuhan karakter, memperalat hukum sebagai instrumen politik hendaknya dihindari. KPU dan Bawaslu dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi sehingga ada rasa percaya (trust) dari rakyat kepada penyelenggara pemilu.
Dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan ada 11 prinsip penyelenggara pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Pemilu 2024 bukan hanya sekedar memilih presiden dan wakil rakyat untuk duduk di DPR tetapi juga sebagai sarana kedaulatan rakyat tertinggi didalam menjalankan demokrasi yang sangat menentukan kelanjutan kehidupan berbangsa secara bermartabat. Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk ratusan juta orang akan menjadi pertaruhan yang besar jika cacat dalam menjalankan demokrasi.–(***)
*) Penulis, Pemerhati Kebijakan Publik