Bandung, Bantengate.id — Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) ATR/BPN Kabupaten Lebak, Aan Rosmana, menyatakan, proses pengukuran ulang Tanah Ulayat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, telah rampung. Sertifikat tanah hak ulayat tersebut kini sedang menunggu persetujuan dari para pemangku adat Baduy agar segera bisa diterbitkan.
“Tanah hak ulayat Baduy yang kami ukur ulang mencakup luas sekitar 5.197 hektare. Pengukuran ini selaras dengan program Pemerintah Kabupaten Lebak yang tertuang dalam Peraturan Daerah mengenai Tanah Hak Ulayat,” ujar Aan Rosmana di sela acara International Meeting on Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries (Seminar Tanah Ulayat di Indonesia), yang digelar di Ibis Trans Studio, Bandung, Rabu malam, 4 September 2024.
Acara seminar Tanah Hak Ulayat di Indonesia, dibuka Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Seminar ini bertujuan untuk berbagi praktik terbaik dalam proses pendaftaran tanah ulayat di Indonesia dan negara-negara ASEAN.
Aan, yang turut didampingi oleh Kepala Seksi Sengketa, Didin Sihabudin, dan Kepala Seksi Pendaftaran dan Penetapan Hak, H. Eka Raharja, menjelaskan bahwa meskipun pengukuran tanah telah selesai, penerbitan sertifikat tanah hak ulayat belum dapat diterbitkan, karena menunggu persetujuan dari para Puun (tetua adat) dan pejabat adat Baduy.
“Saat sosialisasi bersamaan dengan pengukuran, para Puun dan pejabat adat Baduy sepakat untuk penerbitan sertifikat. Namun, beberapa waktu kemudian datang lagi permintaan dari Puun untuk tidak ditertbitkan sertifikat karena merasa khawatir ada yang menyalahgunakan,”ungkap Aan.
Menurut Aan, pihaknya bersama unsur Forkompimda Lebak sudah memberikan pemahaman kepada para Puun dan pejabat adat, tentang pentingnya sertifikt hak ulayat agar status hukumnya menjadi kuat.
Aan menekankan bahwa penerbitan sertifikat tanah hak ulayat ini merupakan bentuk perhatian dari pemerintah, baik ATR/BPN maupun Pemerintah Kabupaten Lebak, untuk memberikan kepastian hukum atas tanah ulayat yang telah dilindungi dan dirawat oleh masyarakat Baduy selama bertahun-tahun.
“Dari 12 perkampungan yang berada di luar wilayah inti Baduy, titik koordinatnya sudah ditetapkan dan akan segera dipasang patok batas. Hal ini untuk memperkuat kepastian hukum mengenai status tanah ulayat tersebut, sehingga tidak ada pihak yang bisa menggugat atau mengintervensi,” ujar Aan.
Kepala Desa Kanekes, Oom, didampingi Sekdes Medi, dan Jaro Tanggungan 12, yang ikut menghadiri seminar tentang Tanah Ulayat di Indonesia, menyatakan, prinsipnya setuju agar tanah ulayat di Baduy bisa diterbitkan sertifikat.
“Kami mah satuju bae sakumaha aturan pamarentah. Intina mah kumaha tanah ulayat di Baduy bisa tertib jeung euweuh deui gangguan ti urang luar ( Kami setuju atas apa yang diprograman pemerintah. Yang terpenting bagaimana agar tanah ulayat di Baduy bisa tertib dan tidak ada gangguan penggarap pihak luar),”kata Jaro Oom.
Upaya untuk melakukan pengukuran ulang dan sertifikasi tanah ulayat di Desa Kanekes merupakan bagian dari program nasional pemerintah dalam memberikan pengakuan formal atas hak-hak tanah masyarakat adat. Di beberapa wilayah Indonesia, sertifikasi tanah ulayat sudah selesai dan sertifikat tanah telah diserahkan secara simbolis oleh Menteri ATR/BPN kepada masing-masing pemerintah daerah.
Tanah ulayat adalah tanah adat yang dimiliki dan dikelola oleh suatu komunitas adat berdasarkan hukum adat setempat. Pengakuan tanah ulayat secara hukum sering kali menjadi tantangan, terutama dalam menghadapi modernisasi dan “tekanan” pembangunan. Di Indonesia, pemerintah berupaya mengharmonisasikan hukum agraria modern dengan hukum adat guna melindungi hak-hak masyarakat adat.
Masyarakat Baduy dikenal teguh memegang aturan adat istiadat. Warga Baduy sangat menjaga keutuhan tanah ulayat yang mereka pahami sebagai leuweung titipan karuhun (hutan titipan leluhur) dari intervensi pihak luar. Masyarakat Baduy hidup di lerang kaki pegunungan Kendeng yang dalam kesehariannya hidup bergantung pada kemurahan alam.--(dimas)