Kenaikan Cukai Rokok untuk Masa Depan Bangsa: Solusi Menyelamatkan Generasi Mendatang

Kenaikan Cukai Rokok untuk Masa Depan Bangsa: Solusi Menyelamatkan Generasi Mendatang

Bacaan Lainnya

Oleh, BD. Siti Rosmawati, SST

Mahasiswa  Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Maju

 

CUKAI rokok di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat. Kebijakan ini tidak hanya menyangkut sektor ekonomi, tetapi juga berdampak luas pada kesehatan masyarakat, pendidikan, dan keberlanjutan generasi mendatang.Dengan estimasi jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, termasuk 7,4 persen perokok usia 10-18 tahun, urgensi kenaikan cukai rokok semakin tak terbantahkan.

Selain itu, berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, prevalensi merokok pada anak usia 13-15 tahun menunjukkan tren peningkatan, dan penggunaan rokok elektrik melonjak dari 0,3 persen pada 2019 menjadi 3 persen pada 2021 menurut survei Global Adult Tobacco Survey (GATS). Situasi ini membutuhkan langkah tegas dan berkesinambungan.

Sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, bahwa  tujuan utama penerapan cukai adalah untuk mengendalikan konsumsi barang yang berdampak negatif terhadap masyarakat, salah satunya rokok. Dalam konteks ini, kenaikan cukai rokok memiliki fungsi ganda: sebagai instrumen pengendalian konsumsi dan sumber penerimaan negara.

Peraturan lainnya, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK), mengatur besaran tarif cukai rokok setiap tahun. Kenaikan tarif ini sering kali menjadi perdebatan, terutama terkait dampaknya pada industri, tenaga kerja, dan daya beli masyarakat. Namun, pemerintah tetap menegaskan bahwa kebijakan cukai harus sejalan dengan upaya melindungi kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda.

Merokok dikenal sebagai salah satu penyebab utama penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, stroke, dan kanker paru-paru. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, biaya pengobatan PTM yang terkait dengan konsumsi rokok terus meningkat setiap tahun. Tidak hanya itu, perokok pasif, termasuk anak-anak, juga menjadi korban dari kebiasaan merokok ini.

Kenaikan cukai rokok bertujuan untuk meningkatkan harga jual rokok di pasaran, sehingga dapat menekan angka konsumsi. Berdasarkan teori ekonomi, kenaikan harga barang yang elastis terhadap harga, seperti rokok, akan menurunkan permintaan. Langkah ini terbukti efektif di beberapa negara yang berhasil menurunkan prevalensi merokok melalui kebijakan harga tinggi.

Selain itu, kampanye edukasi tentang bahaya merokok harus diperkuat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar iklan rokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi perokok. Oleh karena itu, regulasi cukai harus didukung dengan pelarangan iklan rokok secara total.

Kenaikan cukai rokok juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Pada tahun 2022, penerimaan negara dari cukai rokok mencapai lebih dari Rp200 triliun. Dana ini dapat dialokasikan untuk berbagai program strategis, seperti pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kampanye kesehatan, dan pembangunan infrastruktur kesehatan.

Namun, pengelolaan dana tersebut harus transparan dan tepat sasaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memperbesar alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk mendukung program kesehatan masyarakat, seperti penyediaan layanan rehabilitasi bagi perokok yang ingin berhenti dan kampanye bahaya rokok.

Generasi muda merupakan aset berharga bagi bangsa. Namun, tingginya angka prevalensi merokok pada anak-anak dan remaja menjadi ancaman serius bagi masa depan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang merokok sejak dini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan, kecanduan, dan kesulitan sosial.

Dengan menaikkan cukai rokok, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung pertumbuhan anak-anak tanpa pengaruh buruk dari rokok. Selain itu, pengendalian konsumsi rokok di kalangan anak muda juga dapat menekan angka drop-out sekolah akibat pengaruh lingkungan perokok dan mengurangi beban ekonomi keluarga miskin yang sering kali mengalokasikan penghasilan untuk membeli rokok.

Sementara penggunaan rokok elektrik atau vape menjadi tantangan baru dalam pengendalian tembakau. Data menunjukkan bahwa prevalensi pengguna vape meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun dianggap sebagai alternatif “lebih aman” oleh sebagian pihak, penelitian menunjukkan bahwa vape tetap memiliki risiko kesehatan, terutama pada sistem pernapasan dan jantung.

Untuk itu, kebijakan cukai juga harus mencakup produk rokok elektrik. Kenaikan cukai vape dapat membantu mengendalikan konsumsinya, terutama di kalangan anak muda yang mulai beralih dari rokok konvensional ke produk ini. Regulasi yang ketat juga diperlukan untuk mencegah dampak negatif bagi generasi muda.—(***)

Pos terkait