Legenda Situs Kosala, Tempat Bertemunya Raden Kian Santang dan Prabu Siliwangi

Legenda Situs Kosala, Tempat Bertemunya Raden Kian Santang dan Prabu Siliwangi
Ditulis oleh I. Dimas Permana

Bacaan Lainnya

LEGENDA Situs Kosala erat kaitannya dengan kisah Raden Kian Santang dan Prabu Siliwangi. Raden Kian Santang menurut berbagai versi banyak memiliki julukan nama seperti Pangeran Walangsungsang atau Sunan Rohmat atau Sunan Godog atau Ki Samadullah atau Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabuana atau Hurang Sasakan atau Sri Mangana atau Gagak Lumayung atau Maulana Ifdil Hanafi atau Haji Tan Eng Hoat.

Situs Kosala terletak di Kampung Bojongsarung, Desa Lebak Gedong, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten. Situs Kosala berada di sebuah hutan bambu di puncak bukit Pasir Sangka (Gunung Kosala), di antara dua aliran sungai yaitu Sungai Cipamali dan Sungai Cibaduy. Situs Kosala berbentuk bangunan teras berundak terdiri dari lima teras, terbuat dari batuan andesit dengan arah hadap barat laut – tenggara, menyerupai piramida.

Situs Kosala sampai sekarang masih dalam penelitian dari para ahli sejarah dan purbakala. Situs ini menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Lebak, Banten, yang kini tengah bertekad menjadikan wilayahnya menjadi destinasi wisata di kancah nasional.

Foto dari berbagai sumber (Istimewa)

Mengungkap tabir Raden Kian Santang, sejarahnya pun tak luput dari berbagai versi. Namun, sejarah hidup anak dari Sang Pemanah Rasa, Raja Pajajaran, yang paling terkenal adalah saat memeluk Islam. Kisah tersebut erat kaitannya dengan legenda asal muasal “Geuleumeung Hideung” yang ada di Situs Kosala. Geuleumeung Hideung merupakan saksi sejarah dan simbol perjalanan Raden Kian Santang ketika mengejar ayahnya Prabu Siliwangi untuk diajak memeluk Islam. Waktu itu keyakinan ayahnya masih memeluk agama Hindhu “shangyang”.

Awal mula Raden Kian Santang memeluk agama Islam dikisahkan dalam Babad Godog. Diceritakan bahwa Kian Santang muda saat itu dikenal dengan julukan Raden Gagak Lumayung. Raden Gagak Lumayung dilahirkan sekitar tahun 1423. Beliau merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yaitu Nyai Rara Santang atau Nyai Hajjah Syarifah Mudhaim dan Raja Sangara, dari hasil perkawinan antara Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang atau Nyai Subang Karancang. Nyi Subang Larang sendiri murid dari mubaliq kondang yaitu Syeh Maulana Hasanudin atau terkenal dengan Syeh Kuro Krawang.

Menurut kisah, Gagak Lumayung merupakan putra mahkota yang sakti mandraguna. Tak ada yang mampu mengalahkan ilmu kesaktiannya. Konon, tubuhnya kebal, tak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang kesatria dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.

Diceritakan dalam Babad Godog, suatu waktu, datang pasukan dari dinasti TANG yang hendak menaklukkan kerajaan Tarumanegara. Namun berkat Gagak Lumayung, pasukan TANG dapat dihalau dan lari tunggang-langgang meninggalkan Tarumanagara. Semenjak itu, Raden Gagak Lumayung diberi sebutan ”Raden KI AN SAN TANG” atau dalam bahasa Cina berarti ”Penakluk Pasukan Tang”.

Diriwayatkan, Raden Kian Santang telah menjelajahi seluruh tanah Pasundan. Tapi, seumur hidupnya dia belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai tubuhnya. Ia menantang semua orang untuk beradu kesaktian dengannya.

Suatu hari, Raden Kian Santang, memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat. Ia ingin sekali melihat darahnya sendiri. “Wahai ayahanda, tolong carikanlah olehmu, lawan yang hebat untukku! Aku ingin melihat sendiri, darahku mengucur mengalir dari tubuhku!.”

Foto dari berbagai Sumber (istimewa)

Mendengar hal ini, Prabu Siliwangi segera memanggil seorang ahli nujum untuk memenuhi keinginan anaknya. Namun tidak ada ahli nujum pun yang mampu mengetahui orang yang mampu mengalahkan Kian Santang. Lalu datanglah seorang kakek tua yang mengatakan, jauh di tanah Mekkah sana, ada seorang bernama Sayyidina Ali. Beliau-lah yang mampu mengalahkan kehebatan Raden Kian Santang.

Singkat cerita akhirnya Kian Santang masuk agama Islam. Setelah beberapa bulan belajar agama Islam, dia berniat untuk kembali ke Padjajaran guna membujuk ayahnya untuk ikut memeluk agama Islam. Sesampainya di Pajajaran, dia segera menghadap ayahandanya. Dia menceritakan pengalamannya di tanah Mekkah mulai dari bertemu Sayyidina Ali hingga masuk Islam. Dia berharap ayahandanya masuk Islam juga. Tapi sayangnya ajakan Kian Santang ini tak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir dianutnya.

Betapa kecewanya Kian Santang begitu mendengar jawaban ayahandanya yang menolak mengikuti ajakannya. Untuk itu dia memutuskan kembali ke Mekkah untuk memperdalam agama Islam dengan satu harapan, seiring makin pintarnya dia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk Islam. Setelah 7 tahun bermukim di Mekkah, Kian Santang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengIslamkan ayahandanya.

Baca juga : Legenda Kayu Kaboa ; Raden Kian Santang dan Prabu Siliwangi 

Mendengar Kian Santang kembali, Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk memeluk agama Hindu, menjadi merasa sangat gusar. Ketika Kian Santang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya Prabu Siliwangi menyulap Keraton Padjajaran menjadi hutan rimba.

Bukan main kagetnya Kian Santang setelah sampai di wilayah Keraton Pajajaran tidak mendapati keraton itu tapi yang terlihat malah hutan belantara. Padahal dia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah Keraton Padjajaran berdiri. Akhirnya setelah mencari kesana-kemari, dia menemukan ayahanda dan para pengawalnya keluar dari hutan. Terjadilah aksi kejar-kejaran antara seorang anak dan ayah. Konon dalam proses pengejaran itu masing-masing antara Prabu Siliwangi dan Kian Santang menggunakan ilmu ”nurus bumi” yaitu berlari di bawah tanah.

Aksi kejar-kejaran itu berlangsung lama hingga akhirnya mereka dipertemukan tanpa sengaja di sebuah hutan bambu di daerah Situs Kosala “Lebaksangka”. Saat itu Prabu Siliwangi tengah beristirahat setelah sekian lama dikejar-kejar putranya Kian Santang. Sedangkan Kian Santang saat itu tengah berniat merencanakan penyebaran agama Islam di daerah tersebut.

Maka sejak saat itulah, penamaan Lebaksangka di ambil dari peristiwa bertemunya Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang setelah bertahun-tahun berpisah dan tidak disangka-sangka. Bertemu kembali di daerah Lebaksangka.

Konon, sampai sekarang, di Situs Kosala masih terdapat tempat singgah Prabu Siliwangi (petilasan) berupa altar mirip sebuah singgasana yang dikenal dengan altar Parung Kujang atau altar singgasana Prabu Siliwangi.– ( dari berbagai sumber)

Pos terkait