Boyolali, Kegiatan Matching Fund Kedaireka 2024 sukses dilaksanakan di Kantor Desa Pagerjurang, Boyolali, pada Sabtu, 5 Oktober 2024. Acara ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi antara komunitas desa, akademisi, dan pihak terkait dalam mendukung program pelestarian lingkungan berbasis inovasi ilmiah yang diketuai oleh Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University. Acara yang ini dihadiri oleh Kepala Desa Pagerjurang, Bapak Nur Amir, beserta sejumlah kepala desa dari wilayah sekitarnya, seperti Lurah Lampar Bapak Edi, Lurah Dragan Bapak Sriyono, Lurah Sangub Bapak Triyono, dan Lurah Mriyan Bapak Suwandi. Para perwakilan warga desa juga turut hadir dalam acara ini sebagai bagian dari upaya memperkuat keterlibatan komunitas dalam kegiatan konservasi lingkungan yang berbasis ilmiah dan praktis.
Acara diawali dengan sambutan dari Kepala Desa Pagerjurang, Bapak Nur Amir, yang menyampaikan apresiasi dan harapan besar atas terselenggaranya program Matching Fund Kedaireka di desanya, dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya sinergi antara potensi sumber daya alam desa dengan inovasi dari berbagai pihak demi menjaga kelestarian lingkungan, khususnya di kawasan lereng Gunung Merapi yang rentan terhadap bencana alam seperti erosi dan kekeringan.
“Kami berharap program Matching Fund ini akan membantu kita semua, khususnya desa-desa di wilayah hulu, untuk lebih baik dalam mengelola sumber daya alam dan dapat melestarikan bumi dan lingkungan sekitar kita agar tetap lestari. Semoga program ini terus berlanjut dan membawa manfaat yang besar bagi masyarakat serta lingkungan desa,” ujar Bapak Nur Amir. Beliau juga berharap bahwa kegiatan ini tidak hanya bersifat temporer, tetapi akan berkelanjutan dengan berbagai program lain yang mendukung konservasi dan pemberdayaan masyarakat.
Setelah sambutan pembukaan, acara dilanjutkan dengan pemaparan kegiatan yang dilaksanakan oleh Ketua Program, Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, dengan judul “Implementasi Micro Catchment Berbasis Komunitas dalam Mendukung Imbal Jasa Lingkungan dan Pencegahan Kekeringan serta Erosi di Kawasan Lereng Gunung Merapi”, Dr. Ahyar juga menekankan bahwa program ini bukan hanya sebatas intervensi teknis, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa. “Kunci keberhasilan program ini adalah keterlibatan komunitas lokal dalam menjaga dan mengelola lingkungan mereka sendiri. Kita berharap dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk masalah lingkungan di kawasan ini,” jelas Dr. Ahyar.
Pada kegiatan Matching Fund Kedaireka 2024 ini juga menyajikan sosialisasi tentang Transformasi Digital Kompetensi dan Kelembagaan Provider melalui program SPACES (Smart Circular Payment for Environmental Services). Program ini dipresentasikan oleh M. Iqbal Suriyansyah, S.Kom, M.Kom, yang menjelaskan bagaimana teknologi digital dapat memainkan peran penting dalam pelaksanaan jasa lingkungan berbasis imbal jasa (environmental services). Iqbal menguraikan bagaimana program SPACES dirancang untuk menghubungkan masyarakat lokal dengan mekanisme pembayaran cerdas dan sirkular terkait layanan lingkungan, seperti pengelolaan air, pengurangan erosi, dan konservasi lahan. Ia menekankan bahwa dengan pemanfaatan teknologi, masyarakat desa dapat berpartisipasi lebih aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan, sekaligus memperoleh imbalan ekonomi dari upaya tersebut.Aplikasi ini nantinya akan diberikan pelatihan lanjutan agar masyarakat dapat langsung menggunakan melalui smartphone ataupun laptop.
“Program SPACES memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan jasa lingkungan yang mereka kelola dengan sistem yang lebih efisien dan terintegrasi secara digital sehingga pelestarian lingkungan tidak hanya akan memberikan manfaat ekologis, tetapi juga manfaat ekonomi bagi masyarakat desa,” tutur Iqbal.
Agenda terakhir dalam kegiatan ini adalah pelatihan dan praktek pembuatan Pupuk Hayati Mikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskular), yang dipandu oleh Agustinus Tri Aryanto, SPt, M.Si. Pelatihan ini memberikan wawasan praktis kepada peserta tentang cara memproduksi pupuk hayati yang berbasis mikoriza, yaitu jamur simbiotik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah serta mendukung pertumbuhan tanaman. Agustinus menjelaskan bahwa mikoriza dapat meningkatkan penyerapan nutrisi oleh akar tanaman, sehingga sangat cocok digunakan di daerah hulu seperti lereng Gunung Merapi yang sering menghadapi masalah tanah kritis akibat erosi. “Dengan pupuk hayati mikoriza, kita tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga memperbaiki kualitas tanah secara alami. Ini adalah salah satu upaya yang berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan,” jelas Agustinus dalam sesi pelatihan.
Kegiatan Matching Fund Kedaireka 2024 ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat desa, terutama dalam upaya konservasi lingkungan di kawasan lereng Gunung Merapi. Melalui kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah desa, program ini menjadi langkah penting dalam menghadapi tantangan lingkungan seperti erosi dan kekeringan, sekaligus memberdayakan masyarakat untuk menjadi pelaku aktif dalam upaya pelestarian bumi.