Oleh, Rasiani Amelia
MENJELANG Pemilihan Umum 2024, para relawan dari berbagai partai pengusung Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) mulai blusukan ke setiap daerah sebagai salah satu bentuk kampanye. Ada yang mulai dengan cara membagikan Totebag bergambar Capres dan Cawapres, hingga membagikan stiker dan kaos.
Para relawan mulai masuk ke berbagai element masyarakat dari pedagang hingga ruang mahasiswa untuk memperkenalkan Capres dan Cawapres yang diusungnya. Bagaimanapun stratak (strategi) politik yang digunakan untuk kemenangan, selama tidak melanggar konstitusi, agaknya, sah-sah saja.
Akan tetapi, jika menelaah lebih jauh dari hanya sekedar euforia kampanye Capres dan Cawapres, dari periode ke periode tidak pernah ada kandidat yang berbicara serius tentang kesetaraan gender. Padahal kesetaraan gender di dalam sebuah negara merupakan aspek yang perlu ditegakan, karena kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup. Bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama, yang membedakan adalah kodratnya.
Kaum perempuan di Indonesia, hingga saat ini masih dirasakan termaginalkan. Kaum perempuan belum diberikan ruang aman dalam lingkungan pekerjaannya. Mendapatkan hak cuti haid, dan upah yang setara dengan laki-laki itu hanyalah poin-poin sederhana yang perlu direalisasikan sebagai bentuk dari keadilan dalam upaya mencapai pada kesetaraan gender. Namun faktanya hal tersebut hanya menjadi angan-angan dan tidak pernah didiskusikan oleh level pemilihan presiden.
Persoalan perempuan selalu luput dari pengelihatan dalam visi misi calon presiden. Sementara, dari tahun ke tahun kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan terus meningkat dan itu terjadi di ruang manapun bahkan ruang pekerjaan. Perempuan kerap menjadi korban relasi kekuasaan yang terjadi di sebuah lingkungan pekerjaannya, sementara sanksi untuk pelaku tidak pernah diberikan secara serius bahkan sering berakhir dengan bias.
Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pekerjaan bukan hanya terjadi di perusahaan swasta, tetapi juga di sekelas Kementerian telah banyak mencatat kasus pelecehan pada perempuan. Belum lagi, Indonesia pernah digemparkan tentang pelecehan pada ajang Miss Universe Indonesia 2023, hal ini sudah seharusnya menyadarkan pemangku kebijakan menyadari mengulik jauh adanya timpang pada perempuan di berbagai elemen.
Komnas anti kekerasan perempuan telah mencatat lebih dari 457 ribu kasus kekerasan pada perempuan per bulan Mei 2023, dan berapa banyak kasus yang tidak tercatat dan yang tidak pernah kita ketahui karena korban takut untuk lapor, merasa percuma melapor dan alasan lainya.
Belum lama ini kasus pemerkosaan terjadi di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Anak perempuan berusia 13 tahun digilir lima pemuda berandal bejat moral, setelah sebelumnya dicekoki minuman keras. Kelima para pelaku sudah berhasil diamankan pihak aparat Polres Lebak.
Yang sangat menyedihkan, sebelum aparat menangkap para pelaku ada upaya untuk mengajak damai kepada pihak keluarga korban dengan imbalan uang yang nilainya empat juta rupiah. Lalu, dikemanakan nilai nurani?… Ironisnya, peran aparat di desa aparat di tingkat kecamatan dan para tokoh, tidak nampak tampil untuk menjadi pembela kaum perempuan. Kasus pelecehan seksual yang kini sedang ditangani UPTD PPA Kabupaten Lebak terdapat 120 kasus.
Bicara tentang ruang aman untuk perempuan sudah harus menjadi tanggungjawab bersama dan negara perlu memperhatikan hal ini bukan sebagai fenomena biasa. Ketimpangan sosial ini menunjukkan status perempuan di Indonesia masih termarjinalkan, karena itu Indonesia belum mencapai pada kesetaraan gender yang berlandaskan pada keadilan gender.
Selama masa kampanye hingga Januari mendatang, apakah akan ada calon presiden dan calon wakil pesiden yang berbicara lantang tentang kesetaraan gender? ….Tentang keadilan untuk perempuan, dan seberapa serius untuk menangani kesenjangan pada perempuan, seberapa keras calon presiden berbicara tentang ruang aman untuk perempuan? ….dan seberapa serius calon-calon presiden membicarakan hukum untuk pelaku kekerasan seksual?…….Pertanyaan-pertanyaan demikian seharusnya perlu menjadi bahan kajian bersama pada kampanye Pemilihan Umum 2024.–(****)
*). Penulis: Aktivis Perempuan Lebak dari organisasi Mahasiswa PMII Universitas Setia Budhi Rangkasbitung