Pemilu serentak,yang di gelar, Rabu 14 Februari 2024, serentak diseluruh Indonesia, pun bagi mereka ekspatriat di luar negeri,pesta demokrasi yang dilaksankan setiap 5 tahunan ini, selalu mempunyai cerita tersendiri bagi Warga Negara Indonesia (WNI).
Pemilihan Umum, untuk memilih calon presiden dan wakil presiden (Capres dan Cawapres),serta memilih anggota perwakilan daerah seperti, DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten, dan DPD RI.
Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta simbol demokrasi bangsa.
Kontestasi yang selalu memberikan warna serta cerita bagi para pengusungnya, terlebih tahun ini 3 calon kontestan Capres dan Cawapres maju pada perhelatan pemilihan.
Adapun pasangan bakal capres dan cawapres pemilihan umum presiden (pilpres) 2024. Adapun nama-nama dari ketiga bakal pasangan capres dan cawapres di Pemilu 2024 diantaranya Anies Baswedan-Cak Imin, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Berbagai visi dan misi di kupas tuntas Capres dan Cawapres pun digelar sebanyak 3 kali, adu gagasan, ide serta ragam gimik politik tersaji menarik melalui tayangan televisi, berbagai strategi kampanye langsung pun dilakukan masing-masing paslon untuk menarik simpatik sekaligus mengedukasi calon pemilih.
Ikon Gemoy dengan Makan Gratisnya, Desak Anis serta Gelar Tikarnya pasangan Ganjar dan Mahmud menjadi sarana serta saluran untuk membuka informasi Capres dan Cawapres kepada setiap calon pemilihnya, seolah menjadi suguhan diruang hiburan di gang sempit, ruang makan, rumah-rumah reod, warung kopi, sampai di angkringan tengah malam, menjadi magnet topik bahasan tersendiri, ditengah ketimpangan informasi perihal strategi pemenangan.
Mendadak politik, mungkin itu yang kita rasakan, dalam obrolan kita setiap hari, dengan analisa rumahan atau warung kopi, di bahas dengan jujur dan berisi, apa adanya mungkin yang jauh dari analisa pakar politik yang sering muncul di televisi. Beda pilihan pasangan calon serta warna mendadak begitu sensitif vulgar di ruang publik.
Cebong dan Kardun sepertinya, jauh tidak kita dengar lagi, disulap dengan banyaknya influencer selebgram dan komika menjadi oase tersendiri sebagai fanbase bergabung meramaikan perhelatan pesta demokrasi kali ini, seolah buzzer menghilang tidak banyak berfungsi di media sosial yang tergerus oleh konten kreator organik, informasi positif yang harus terus di pertahankan ditengah masyarakat yang masih pragmatis menerima setiap informasi. Pola komunikasi yang cerdas, penuh hiburan seolah “gontok-gontokan” dikemas dengan halus, penuh kreativitas, elegan, berkelas menjadi tolak ukur dari masing-masing kubu dalam menyampaikan visi dan misinya.
Pemilu menjadi simbol serta memiliki arti penting dalam sebuah negara, simbol utama dalam hidup berdemokrasi. Corong kedulatan bagi rakyat yang dikelola secara optimal melalui pintu parlemen, melalui keterwakilam suara yang terpilih, oleh karena itu Pemilu sebagai pesta sakral rakyat Indonesia yang setiap 5 tahun kita gelar, mewujudkan kedaulatan demokrasi rakyat, dari, oleh dan untuk rakyat bukan sebaliknya.
Tujuan pemilu bukan melanggengkan kekuasan, berlanjut tanpa jauh dari kebijaksanaan untuk rakyatnya, penguasa bukan brand ambasador dari nafsu kursi kekuasaan, tanpa melibatkan semua potensi rakyatnya sekaligus sumber daya alamnya, apalagi mengakalinya.
Pemilu seharusnya menjadi penyambung lidah informasi penguasa dengan rakyatnya, pemilu sebagai mediator keluh kesah kaum pinggiran yang terkadang tidak jauh tembok istana.
Semoga pesta rakyat tahun ini menjadi tolak ukur keberhasilan para pemangku kebijakan dalam mengedukasi mencerdaskan rakyatnya perihal politik dan berdemokrasi, ruang komunikasi dari kegundahan yang ada. Mari kita luruskan kembali segala niat kita dalam hidup bernegara, berdemokrasi yang kembali kepada fitrahnya, hidup berdemokrasi tanpa culas menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, untuk keutuhan persatuan dan kesatuan serta kedaulatan yang memiliki marwah untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salam Indonesia Raya.
Literasi Sisi
Topan Aribowo Soesanto