Oleh, Rasiani Amelia
BADUY, sebuah nama yang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia, bahkan bagi mereka yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah Sunda Wiwitan. Rasa-rasanya, banyak yang memiliki keinginan untuk mengunjunginya.
Di tengah kemajuan teknologi yang bergerilya di zona milenial hingga generasi Z, kita perlu memperhatikan ulang bagaimana nasib perempuan Baduy di ambang teknologi dan tradisi. Kini, perempuan Baduy telah pandai bersolek dan cakap menggunakan media sosial, sehingga tidak sulit bagi kita untuk menemukannya di permukaan media sosial.
Di satu sisi, perempuan Baduy memiliki previlege sebagai masyarakat adat yang hidup dengan kebudayaan yang kental. Jauh sebelum media sosial hadir di tengah masyarakat Baduy Luar, perempuan Baduy menjalani kehidupan yang aman tanpa pelecehan seksual seperti cat calling dan lain-lain. Namun, kehadiran teknologi dan perkembangan ekonomi menghantarkan Suku Baduy mencatat duka, yaitu peristiwa beberapa tahun lalu ketika seorang perempuan Baduy dibunuh setelah di rudapaksa oleh penduduk luar. Bagi suku Baduy, ini adalah catatan hitam dalam sejarah mereka.
Saat ini, penggunaan telepon genggam di tengah masyarakat Baduy Luar semakin tak terbendung, terutama pada perempuan Baduy yang berpindah pergaulan. Dahulu mereka adalah perempuan yang jauh dari sorotan lensa kamera, kini mereka tampak di layar kaca TikTok, bergaya meniru layaknya selebgram.
Baduy tidak pernah sepi wisatawan, namun kini kedatangan wisatawan yang berbondong-bondong ke Baduy itu banyak yang hanya datang untuk mengeksplorasi perempuan-perempuan Baduy. Wisatawan menghidupkan kameranya untuk menjadikan kecantikan perempuan Baduy sebagai bahan konten.
Pemerintah, terutama dan umumnya masyarakat daerah setempat, membiarkan hal ini merajalela bahkan menganggap sesuatu yang biasa di zaman ini, tanpa ada kekhawatiran yang akan berdampak pada ketenangan dan kemurnian suku Baduy di masa yang akan datang. Buntut dari maraknya wisatawan yang menjadikan perempuan Baduy bahan konten, kini muncul kasus viral video konten kreator Monti Sibolang yang ramai dibahas oleh beberapa konten kreator serta warga media sosial.
Seandainya kita lebih tajam melihat kasus Monti, maka mestinya sadar bahwa semua itu akibat kita yang telah terlena membiarkan perempuan Baduy diombang-ambing teknologi. Kita tidak menyadari bahwa apa yang telah terjadi pada perempuan Baduy saat ini adalah eksploitasi paras mereka. Konten yang menyoroti kecantikan perempuan Baduy karena dianggap cantik jelita, memiliki kulit putih mulus, badan yang terawat, bahkan perhiasan yang dipakai, adalah bentuk eksploitasi.
Kasus viralnya video Monti Sibolang saat ini hanyalah awal mula buah dari keterlenaan kemajuan teknologi. Ke depan, jika tidak ada kesadaran, perubahan, dan perhatian baik dari pemerintah maupun Kasepuhan Baduy Luar, maka akan ada lagi kasus-kasus Monti berikutnya. Pada akhirnya, “kesucian” nama Baduy sebagai desa adat yang kental dengan kebudayaan akan tercoreng.–(***)
*) Penulis , Aktivis Perempuan dan Putri Kebudayaan Indonesia Provinsi Banten 2021