Lebak, BantenGate.id—Masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, kembali meneguhkan langkah mereka dalam menjaga warisan leluhur melalui perhelatan budaya tahunan: Seba Baduy.
Rangkaian adat Seba Baduy 2025 akan digelar pada tanggal 1–4 Mei 2025, mengusung tema: “Ngajaga Tradisi, Ngaraksa Harmoni Pikeun Indonesia Maju.” Acara ini tidak hanya menjadi panggung pelestarian budaya, tetapi juga simbol pengikat antara masyarakat adat Baduy dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, Pemerintah Kabupaten Pandeglang dan Pemerntah Provinsi Banten, dalam bingkai kehormatan dan ketulusan.
Seba Baduy tahun 2025, menjadi lebih istimewa karena secara resmi masuk dalam jajaran Karisma Event Nusantara (KEN), program nasional dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Ini merupakan pengakuan terhadap nilai budaya Seba Baduy sebagai salah satu kekayaan tradisi yang layak mendapat perhatian nasional maupun internasional,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lebak, Imam Rismahayadin, di kantornya, Senin (21/4/2025).
Imam yang didampingi Kabid Destinasi Wisata, Usep Suparno, menjelaskan bahwa sebelum puncak acara pada 2 Mei 2025, akan digelar sejumlah kegiatan pendukung, diantaranya:
- Camping Ground Budaya di kawasan Baduy Luar
- Pameran Produk Ekonomi Kreatif dan UMKM Lokal di sekitar Alun-Alun Rangkasbitung
- Permainan Tradisional Anak-anak
- Workshop Ekraf Khas Baduy
- Bincang Budaya bersama tokoh adat, seniman, dan budayawan
Pada malam puncak, usai prosesi Seba di Pendopo Lebak, akan digelar pagelaran wayang golek oleh kelompok seni Giri Harja, Bandung.
Seba Baduy merupakan tradisi menjalin silaturahmi masyarakat adat kepada “Bapak/Ibu Gede” — sebutan mereka untuk pejabat pemerintahan seperti Camat Leuwidamar, Bupati Lebak, Gubernur Banten di Serang, dan Bupati Pandeglang.
Seperti tahun sebelumnya, Seba tahun 2025 akan diikuti ribuan warga Baduy Luar dan Baduy Dalam, datang mengunjungi Pendopo Kabupaten Lebak dan bertemu dengan Bupati Lebak di Rangkasbitung.
Bagi masyarakat Baduy Dalam dari kampung Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik, dilakukan dengan berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 57 kilometer. Sedangkan warga Baduy Luar, menggunakan kendaraan (mobil PS) dari Ciboleger menuju Rangkasbitung.
Pada prosesi puncak, perwakilan adat Baduy; Jaro Werga atau diwakilkan kepada Jaro Tanggungan 12, menyampaikan laporan secara adat dengan bahasa Sunda kepada Bupati Lebak, mengenai kondisi masyarakat selama setahun terakhir di wilayah adat Baduy, termasuk situasi sosial, keamanan, pertanian, serta berbagai persoalan yang membutuhkan dukungan pemerintah untuk menjaga keutuhan adat dan lingkungan Baduy.
Pada acara Seba, warga Baduy, membawa hasil bumi seperti pisang, gula aren, kue laksa, dan hasil pertanian lainnya sebagai simbol rasa syukur dan penghormatan kepada pemerintah. Ini bukan sekadar tradisi, tapi merupakan ungkapan cinta tanah air dalam bahasa budaya yang luhur.
Sebelum pelaksanaan Seba, masyarakat Baduy melaksanakan ritual puasa adat selama tiga bulan, yang disebut Kawalu. Dalam masa ini, kawasan Baduy tertutup untuk pengunjung dari luar. Setelah Kawalu berakhir, warga Baduy akan membuat kue laksa—kue khas yang dibuat dari tepung beras yang ditumbuk halus oleh perempuan Baduy dalam keadaan suci.—(ridwan)