5.000 Masyarakat Lebak Selatan Gelar Aksi ke Istana Negara dan DPR RI, Tuntut Pengesahan RUU DOB Cilangkahan

5.000 Masyarakat Lebak Selatan Gelar Aksi ke Istana Negara dan DPR RI, Tuntut Pengesahan RUU DOB Cilangkahan

Lebak, Bantengate.id–Sekitar 5.000 orang masyarakat dari 10 kecamatan dan 129 desa di wilayah Lebak Selatan, Provinsi Banten, Selasa 30 Juli 2024 malam ini,  bergerak menuju Jakarta.  Warga Lebak Selatan, besok hari  Rabu, 31 Juli 2024, akan melakukan aksi di Istana Negara dan DPR RI, menuntut pemerintah pusat  mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru ( RUU DOB) Kabupaten Cilangkahan disyahkan menjadi UU DOB Cilangkahan.

Bacaan Lainnya

“Perwakilan dari seluruh elemen masyarakat Lebak Selatan, malam ini mulai bergerak dengan menggunakan kendaraan  sekitar 35 bus, mini bus dan ratusan kendaraan pribadi bergerak menuju Jakarta. Sekitar pukul 03.00 WIB  dini hari tiba di sekitar Monas. Keesokan harinya, Rabu pagi 31 Juli 2024 akan melakukan aksi di Istana Negara,”kata Ketua Umum BAKOR Pembentukan Kabupaten Cilangkahan, H. Herry Djuhaeri, di Rangkasbitung, Selasa 30 Juli 2024 malam ini.

Ditegaskan H. Herry, masyarakat Lebak Selatan menuntut RUU DOB Kabupaten Cilangkahan  sesuai dengan Ampres  Nomor: R-13/Pres/02/2014, tanggal 27 Februari 2014 tentang 22 Rancangan Undang-Undang (RUU) pembentukan provinsi, kabupaten dan kota, yang ditandatangani oleh Presiden RI pada saat itu,  DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono, untuk disyahkan menjadi UU DOB Kabupaten Cilangkahan.

Ribuan orang warga Lebak Selatan, bergerak menuju Jakarta melakukan aksi di Istana Negara besok Rabu (31/7/2024) menuntut pengesahan RUU DOB Cilangkahan menjadi UU DOB Kabupaten Cilangkahan.–(foto: ist)

Aksi ke Istana Negara dan DPR RI dilakukan warga Banten Selatan, karena sudah lama merasa termarginalkan. Kemiskinan, pengangguran, pendidikan, dan kesehatan adalah isu-isu yang terus dihadapi oleh warga yang berjarak sekitar 250 km dari Kota Rangkasbitung, sebagai ibu kota Kabupaten Lebak.

Wilayah Lebak Selatan semenjak masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat hingga terbentuknya Provinsi Banten pada tahun 2000, kemiskinan dan keterbelakangan masih menjadi persoalan utama.

Setelah Provinsi Banten disyahkan pada 4 Oktober 2000 atau 24 tahun berdiri,  kemiskinan dan keterbelakangan masih dirasakan oleh warga di daerah ini. Padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebak sekitar Rp 405 miliar, sekitar 70 persennya berasal dari potensi dari wilayah Lebak Selatan. Suatu hal yang sangat ironis.

Lebak Selatan, kata H.Herry, memiliki potensi sumber daya alam seperti pertambangan, destinasi wisata pantai sepanjang 97 km, Geopark Bayah Dome, serta sektor pertanian dan perkebunan. Jika potensi tersebut dikelola dengan baik, wilayah Lebak Selatan , maka Kabupaten Cilangkahan diyakini  dapat mandiri dan masyarakatnya tidak akan termarginalkan. Salah satu potensi yang telah dikelola adalah PT. Cemindo Gemilang yang memproduksi semen.

Sejak zaman penjajahan Belanda sumber daya alam berupa  emas sudah di ekploitasi oleh NV. Minbouw Maatschapij Zuid Bnaten (MMBZ) pada tahun 1936 – 1939. Kemudian, ketika jaman pendudukan Jepang, pertambangan tersebut diambil alih oleh Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha. Monumen Nasional (Monas) yang berada di puncak tugu berupa emas berasal dari Tambang Emas Cikotok.

Masyarakat Banten Selatan melalui Badan Koordinasi Pembentukan Kabupaten Cilangkahan (Bakor PKC) telah berjuang selama 20 tahun, untuk menjadi  kabupaten tersendiri dan pisah dari Kabupaten Lebak. Namun, hingga hari ini, DOB Kabupaten Cilangkahan belum  terwujud  karena “tersandung” moratorium.

Penjabat Bupati Lebak, Iwan Kurniawan, mengungkapkan dukungan penuhnya terhadap terwujudnya DOB Kabupaten Cilangkahan. Pernyataan ini disampaikan dalam audiensi dengan pengurus dan aktivis Bakor PKC di Gedung Negara Pendopo Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Kamis, 18 Juli 2024.

Dalam audiensi ini, Iwan Kurniawan menyatakan apresiasinya terhadap perjuangan masyarakat Lebak Selatan yang menginginkan pembentukan DOB Cilangkahan. “Saya sangat mengapresiasi dan mendukung agar keinginan masyarakat Lebak Selatan yang meliputi 10 kecamatan bisa terwujud,” kata Iwan.

Asisten Daerah II Setda Lebak, Azis Suhendi, mengatakan. bahwa usulan DOB Cilangkahan sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak Tahun 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2030.

Ketua Umum Bakor PKC, H. Herry Djuhaeri, menjelaskan bahwa perjuangan Bakor PKC untuk mewujudkan DOB Cilangkahan sudah dilakukan sejak 20 tahun lalu, bahkan hampir 24 tahun sejak Kabupaten Lebak masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Setelah Provinsi Banten terbentuk, perjuangan ini tetap berlanjut namun belum membuahkan hasil.

Herry Djuhaeri menegaskan bahwa keinginan masyarakat Lebak Selatan untuk berpisah dari Kabupaten Lebak bukan untuk kepentingan kelompok tertentu atau elit lainnya.

“Perjuangan Bakor Cilangkahan adalah murni keinginan masyarakat karena rentang kendali pemerintahan terlalu jauh. Dari ujung Kabupaten Lebak, Cilograng, berjarak sekitar 250 km dengan waktu tempuh 4-5 jam untuk menuju pusat pemerintahan Kabupaten Lebak di Rangkasbitung,” jelasnya.

Menurut Herry Djuhaeri, potensi sumber daya alam Lebak Selatan sangat besar. “Sumber daya alam tersebut berupa tambang, pertanian, hasil perikanan laut, pantai bahari dari ujung Binuangeun-Cilograng, maupun potensi destinasi wisata lainnya ada di Lebak Selatan. Kami meyakini Kabupaten Cilangkahan akan mampu mandiri dan maju di berbagai sektor pembangunan,” katanya.

Bakor PKC bersama seluruh elemen terus memperjuangan terwujudnya Kabupaten Cilangkahan melalui pendekatan keberbagai pihak. Pengurus Bakor PKC juga telah bersilaturahmi dengan Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin, di kediamannya di Tanara, Banten, pada Sabtu, 19 Juli 2024. “Wakil Presiden RI, Bapak KH. Ma’ruf Amin, juga mendukung terwujudnya DOB Cilangkahan,” kata Herry.

“Untuk merealisasikan DOB Kabupaten Cilangkahan,  saya berpandangan tidak harus mencabut moratorium. Pemerintah pusat bisa mempertimbangkan kondisi masyarakat yang termarginakan dalam berbagai pembangunan dan aspek teritorial. Wilayah Lebak Selatan, Samudra Hindia berbatasan dengan Australia, sehingga diperlukan perhatian khusus,” kata H. Herry Djuhaeri.—( dimas)

Pos terkait