Ramadan Kedua dimasa Pandemi
Oleh, Dian Martiani
JIKA kita ditakdirkan bertemu dengan bulan Ramadan tahun 1442 H ini, semoga Allah menyampaikannya, berarti ini adalah bulan Ramadan kedua yang akan kita jalani berbarengan dengan masa Pandemi Covid-19. Seharusnya kita sudah tidak gagap lagi melaksanakan berbagai aktivitas Ramadan di masa pandemi ini. Kita sudah belajar di tahun lalu, dan tahun ini, semoga Ramadan kita jauh lebih baik.
Ramadan adalah bulan istimewa, merupakan satu-satunya bulan Islam yang secara terang benderang disebutkan dalam Al Qur’an. Meskipun ia hadir ke hadapan kita setiap tahun, namun berbagai keistimewaan didalamnya, membuat kita menjadikannya tamu istimewa, yang dinanti-nanti kehadirannya. Tamu istimewa, tentu saja akan kita sambut dengan suka cita dan penuh perencanaan.
Salah satu keistimewaan bulan ini, adalah adanya intervensi langsung dari Allah untuk menggiring manusia menuju taqwa. Hal ini tidak Allah berikan dibulan-bulan lainnya. Allah giring kita untuk menjadi taqwa dengan cara membuka pintu syurga selebar-lebarnya, menutup pintu neraka serapat-rapatnya, dan membelenggu syetan yang pekerjaan utamanya menggoda manusia.
Pada Bulan ini semua ibadah yang dilakukan manusia, jika dilakukan hanya karena-Nya, akan dilipatgandakan pahalanya. Ibadah yang teristimewa adalah diwajibkannya berpuasa sebulan penuh pada bulan ini. Jika ibadah lain diperuntukan untuk diri yang menjalankannya, maka puasa Ramadhan merupakan ibadah yang kita persembahkan untuk Allah. Allah sendiri yang akan menentukan pahalanya. Masing-masing orang tidak sama nilai pahalanya di sisi Allah, tergantung kedalaman niat yang dipersembahkan olehnya.
Berbeda dengan ibadah Ramadan yang dilakukan pada saat normal, banyak penyesuaian yang harus kita persiapkan untuk menghadapi Ramadan “istimewa” pada situasi pandemi seperti saat ini. Ramadan kali ini adalah bulan Ramadan kedua yang kita lakukan dalam suasana Pandemi Covid-19.
Kita pernah mengalaminya pada tahun yang lalu. Pembelajaran yang telah dilalui itu, semoga bisa membuat kita lebih siap menghadapi Ramadan tahun ini. Teknis Tarawih, I’tikaf, dan pelaksanaan Sholat Idul Fitri adalah beberapa aktifitas yang perlu diperhatikan, agar tetap bisa berjalan, namun tidak beresiko untuk menjadi sarana penularan.
Pandemi Covid-19 adalah salah satu ujian yang Allah berikan kepada manusia. Dalam QS. Al-Baqarah, Ayat 155-156, Allah berfirman: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
Dalam ayat di atas, Allah sudah mengatakan bahwa ujian itu sedikit saja, bisa diartikan sebentar saja. Waktunya (insya Allah) lebih singkat daripada saat tidak ada ujian/keadaan normal. Maka kita optimis, bahwa pandemi ini segera berlalu. Berharap Allah segera mencabut musibah ini, dan mengembalikan kita kepada kehidupan normal seperti sedia kala.
Namun demikian, kita harus menerima keadaan ini dengan lapang dada. Musibah ini harus tetap kita sikapi secara positif. Salah satu bentuk penerimaan itu adalah dengan cara menyesuaikan sikap, perilaku, dan pola pikir kita yang dengannya kita tetap dapat melakukan semua aktivitas, terutama ibadah dengan baik.
Kita menyadari bahwa Pandemi ini cukup memberikan dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan. Perekonomian, Pendidikan, Sosial Kemasyarakatan, dan sektor umum semisal dunia Pariwisata. Maka, selain individu yang harus mengatur dirinya untuk melakukan penyesuaian dengan situasi Pandemi ini, semisal menerapkan 3M (memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga jarak), maka harus ada campur tangan dari institusi terkait dan Pemerintah yang mengatur regulasi kehidupan pada masa pandemi ini, sehingga sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tetap berjalan fungsinya secara optimal, meskipun teknis pelaksanaannya mengalami penyesuaian atau penyederhanaan.
Institusi Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan, Perhubungan, dan Pariwisata adalah institusi yang sangat krusial melakukan penyesuaian teknis dimasa Pandemi ini. Kementrian terkait hendaknya mengayomi institusi-institusi tersebut dalam penyelenggaraan aktivitas-aktivitas seperti penyediaan berbagai panduan, agar implementasi di lapangan tetap dapat berjalan optimal, meski dengan tatalaksana masa Pandemi. Setidaknya regulasi ini dapat membantu masyarakat mengurangi dampak Pandemi yang menyebabkan penurunan kualitas kehidupan.
Pemerintah pusat, kemudian diturunkan kepada pemerintah daerah, hendaknya membuat regulasi umum yang bijak dan tidak tumpang tindih. Kebijakan yang diatur semisal, ketentuan waktu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), Pembukaan Sekolah, Perkantoran, dan Fasilitas Umum, serta regulasi anggaran penyesuaian berbagai aktifitas kenegaraan yang membutuhkan penyesuaian. Batasan anggaran refocusing dan prioritas program yang harus disegerakan.
Meski Pandemi, hendaknya kehidupan berdemokrasi harus tetap dapat berjalan secara kondusif. Maka penyampaian aspirasi yang melibatkan banyak orang, harus tetap diberi ruang, meski dengan protokol yang disesuaikan. Roda perekonomian rakyat harus tetap berputar, terutama bagi masyarakat kelas menengah kebawah yang masih dominan di negeri ini. Contoh: Budaya yang berkembang pada saat Ramadan yang mempengaruhi kegiatan ekonomi (Pasar Makanan Berbuka, Bisnis Baju Lebaran, Bisnis Kue Lebaran, dan Properti) harus diatur sedemikian rupa, tetap produktif, namun dengan aturan disertai monitoring dan evaluasi yang kondusif.
Pro Kontra kebijakan hendaknya dihindari seminimal mungkin, agar rakyat tetap nyaman dengan aturan yang dibuat pemerintah. Jangan sampai menimbulkan ambigu dan multi tafsir, seperti aturan terkait mudik yang baru-baru ini sempat viral. Wallahu alam.
*).Penulis adalah pendidik, Perantau asal Lebak dan berdomisili di Sumatera Barat