Momentum Belajar
Oleh, Dian Martiani
BELAJAR adalah salah satu insting yang diberikan Allah pada manusia. Sejatinya, semua manusia memiliki insting belajar yang tinggi sebagai fitrahnya. Insting ini dapat dengan jelas kita amati dari perilaku bayi atau balita.
Semua manusia dilahirkan dalam keadaan sama. Miskin, bodoh, dan lemah. Miskin, karena ketika lahir kita dalam keadaan telanjang, tak memiliki apa-apa. Bodoh, karena belum tahu apa-apa. Lemah, karena kita belum bisa apa-apa.
Pada saat yang sama, Allah memberikan insting belajar dan menyusu sehingga kedua keterampilan ini yang membuat manusia, sedikit demi sedikit merubah keadaan awalnya menjadi lebih baik. Siapa yang mengajarkan cara menyusu kalau bukan Tuhan?
Insting menyusu yang kemudian menjadi sebuah keterampilan, menyebabkannya berubah dari lemah menjadi semakin kuat. Insting belajar, menyebabkan keterampilan hidupnya semakin berkembang. Insting belajar ini terliHat kuat pada awal-awal tahap kehidupan manusia dimulai.
Coba kita perhatikan, bagaimana bayi belajar berbagai keterampilan, memiringkan badan, tengkurap, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Semua mereka lakukan dengan semangat dan tak kenal menyerah. Meski kadang harus jatuh dan sakit. Ia terus berlatih hingga ia dapat menguasai keterampilan hidupnya.
Demikianlah, sesungguhnya pada awalnya manusia memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Kemudian, mengapa ada manusia yang insting belajarnya tetap terjaga, ada juga yang berubah menjadi kurang antusias?…Bi’ah atau lingkungannyalah yang menyebabkan menjadi demikian.
Bi’ah Islami adalah sebuah model lingkungan yang baik (Islami), yang pola pergaulan dan hubungan antar manusia sedemikian rupa Islami.
Pola asuh dan pengaruh lingkungan selagi dalam masa pertumbuhan, akan sangat mempengaruhi terhadap perkembangan kejiwaan seseorang. Termasuk kebiasaan dan antusiasme belajarnya. Lalu, bisakah insting belajar dan keingintahuan kita yang besar dapat dikembalikan?… Tentu saja bisa.
Berikut, beberapa tips, agar kemampuan dan kemauan belajar tetap tinggi. Pertama, bergaulah dengan orang-orang yang suka belajar. Suka membaca dan suka menulis. Pepatah mengatakan, berteman dengan tukang minyak wangi, maka kita niscaya akan terbawa wangi.
Kedua, belajar atau belajar kembali sesuai dengan momentum. Misalnya ketika moment Maulid Nabi Muhammad SAW, belajar atau belajar kembali tentang sosok beliau. Meneladani akhlaqnya. Mempelajari juga risalah yang dibawanya, terutama kitab yang menjadi mu’jizatnya. Jika kita tidak bisa belajar banyak hal dalam satu waktu, maka belajar sesuai dengan momentum ini menjadi alternatif belajar yang bisa dilakukan.
Ketiga, carilah lingkungan (lingkungan kerja) yang kondusif dan mengakomodir terhadap perkembangan belajar kita. Lingkungan ini menjadi penting sebagai stimulan untuk membuat kemampuan belajar semakin baik. Semakin kondusif dan mendukung, semakin baik pengaruhnya.
Keempat, carilah event-event kompetisi yang menguatkan pengetahuan maupun keterampilan yang kita miliki melalui proses belajar tadi. Semakin banyak mengikuti kompetisi, semakin terasah. Selain pengetahuan dan keterampilan tetap terjaga, moment ini juga dapat melatih mental dan meningkatkan jam terbang.
Belajar itu tak mengenal usia dan batas waktu.
Mari menjadi pembelajar seumur hidup. Dengan begitu, mata air ilmu kita akan tetap mengalir sepanjang masa.–(***)
*Penulis adalah Praktisi Pendidikan, tinggal di Padang, Sumatera Barat