Sawal, Pejabat Pol PP Kecamatan Cihara,  Piawai Membaca Manakib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani

BANTENGATE.ID, RANGKASBITUNG:— Perawakannya kerempeng, namun memiliki selera humor yang tinggi. Kalo sudah bercanda, pasti lawan bicaranya akan tertawa ngakak. Itulah, sosok pria bernama, Sawal SE (52 tahun), Pejabat Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP), di Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten, yang piawai membaca wawacan (manakib) Syekh Abdul Qodir Al-Jailani.

Bacaan Lainnya

Kepiawaian membaca manakib itu, membuatnya memiliki peran ganda. Di samping seorang ASN yang bertugas menegakan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak dalam rangka terciptanya Kamtibmas, juga menjadi seorang pembaca manakib yang mengajarkan manusia untuk selalu bersikap tawadhu dan dekat dengan Allah SWT dengan cara memperbanyak dzikir dan amalan lainya.

Oleh karena kepiawaiannya dalam membaca manakib, suami dari Herni Hernawati, ini oleh lingkungan kerja dan masyarakat di Cihara lebih sering dipanggil dengan “Syekh” ketimbang Kastpol Pamong Praja (Pol PP).

Manakib merupakan karya sastra yang berisi tentang cerita keramat para wali. Salah satu manakib yang terkenal dalam masyarakat Jawa  dan Banten adalah Manakib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Dalam budaya masyarakat Jawa, Manakib Syaikh Abdul Qadir Jailani dibacakan dalam sebuah tradisi pembacaan yang sarat dengan kesucian dan berfaedah melindungi dari segala marabahaya.

Menurut Sawal, ia bisa membaca wawacan atau manakib Syehk Abdul Qodir Al-Jailani, sejak tahun 1995- an, saat  dirinya menjadi Pegawai Departemen Penerangan RI, di era zaman Menpen RI, Harmoko, jelasnya kepada Bantengate, usai melaksanakan wawacan syeh atas  hajat seseorang di Cihara, Jumat (25/12).

“Alhamdulillah, saat libur cuti bersama, masih juga diundang oleh warga untuk membaca wawacan syekh Abdul Qodir Jailani dalam rangka syukuran khitanan warga. Tak apa, bertugas ganda menjaga Kamtibmas dan membaca manakib. Insya Allah semuanya dapat barokah,” kata ayah dari 4 orang anak ini.

Dijelaskan Sawal, ia tertarik untuk mendalami seni membaca atau wawacan manakib Syeh Abdul Qodir Jaelani,  berawal dari banyaknya masyarakat yang setiap ada acara hajatan atau selamatan yang pada malam harinya bernadzar untuk adanya pembacaan manakib. Sedangkan orang yang bisa dan bersedia jumlahnya terbatas dan sudah berusia lanjut sehingga  perlu adanya regenerasi.

Saat itu, sekitar tahun 1995-an dikampungnya, Lembur Sawah, Rangkasbitung, ada yang selamatan. Dan harus menunggu Abah Askan, seorang pembaca wawacan syekh. Namun, Abah Askan, datangnya malam, karena ia harus juga memabaca manakib di tempat lain.  Ketika Manakib dengan langgam kinanti di baca, begitu terasa  menyejukan hati.

Dan setelah saya bertanya dan membaca literasi, manakib itu menceritakan perjalanan seorang sufi, dengan berbagai pengalaman dan rintangan hidupnya dan menjadikan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani menjadi dikenal sebagai  seorang waliyullah, pembawa risalah kebenaran dalam menuju keridhoan Allah SWT.

“Sejak saat itulah, saya meminta diajarkan kepada Abah Askan untuk bisa membaca wawacan manakib. Saya jalani itu dengan berpuasa dan melakukan bacaan tertentu, berlatih selama 40 Jumat membaca manakib dan menguasai pupuh/langgam. Ada pupuh asmarandana atau kinanti dan banyak lagi. Dan kemudian, saya dinyatakan lulus dan bisa serta diperbolehkan meneruskan membaca manakib manakala diminta oleh warga,” kenang Sawal yang mantan Juru Penerang Kabupaten Lebak ini.

Setelah Departemen Penerangan RI bersama Depsos di era Gus Dur dibubarkan, ia bertugas  di RSUD Adji Darmo, Rangkasbitung. Kemudian, ia diminta masyarakat untuk menjadi Pjs Kepala Desa  Narimbang.

Kemudian, selang  beberapa waktu di promosikan menjadi Kasi Kesejahteraan Sosial (Kesos) di Kecamatan Curug Bitung. Lalu di pindahkan lagi untuk bertugas  menjadi Kasatpol PP Kecamatan Cihara,  Banten Selatan, sekitar 147 KM dari Kota Rangkasbitug.

Karena kecintaannya dengan manakib, kemanapun buku wawacan syeh Abdul Qodir Jailani, selalu di bawa dan tak pernah lepas dari tas gendong hitamnya. Sehingga saat bertugas di tengah masyarakat, ada yang acara syukuran atau selamatan, maka Sawal pun dengan siap melaksnakan membaca manakib jika diminta.

Agus Awaludin, pegawai Diklat Departemen Penerangan RI di Jalan Pajajaran, Bandung, pernah menceritakan kisah “kelakuan” Sawal. Kata Agus, waktu itu sekitar tahun 1993-an,  Sawal  adalah termasuk salah satu peserta Diklat  Prajabatan.

Profil Sawal yang krempeng dan nampak lugu tapi humoris, sering dijadikan guyonan oleh rekan-rekan sesama peserta Diklat. Sawal sering menjadi bulan-bulanan, apalagi peserta dari Kabupaten Lebak yang saat itu masih dalam kondisi tertinggal diberbagai bidang.   Saat di bully, Entah kenapa, Sawal tiba-tiba mendadak meraung dengan mata terejam.  Seketika, beberapa meja dan kursi terbang melayang-layang. Sontak seluruh peserta Diklat menjadi geger.

Sawal nampaknya begitu mencintai kedua tugasnya itu; sebagai Kasatpol PP Cihara dan sebagai pembaca Manakib Syeh Abdul Qidir Jailani. “Saya berkeinginan untuk membaca manakib Syeh Abdul Qodir Al-Jailani, di Pendopo Kabupaten Lebak, dengan harapan ada hikmah dan barokah,” kata Sawal.– (dimas)

Pos terkait