BANTENGATE.ID, LEBAK:— Masyarakat Desa Gunungaten, Kecamatan Cimarga, meminta kepada Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, untuk membangun jembatan permanen di Kampung Kebon Kopi untuk lebih mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kelancaran komunikasi antar wilayah.
Hal tersebut mengemuka dan disampaikan warga dalam acara penyuluhan wawasan kebangsaan sebagai rangkaian kegiatan TMMD ke-110/2021 di Desa Gununganten, bertempat di Kantor Desa Gununganten, Rabu (10/3).
Menurut Didin dan Iyus, selama ini masyarakat di Desa Gununganten dalam melakukan hubungan komunikasi dengan wilayah luar, melintasi jembatan gantung kali Ciujung di Kampung Kebon Kopi. Namun, jembatan ini hanya bisa dilalui kendaraan bermotor roda dua dan kondisi jembatan kurang stabil.
Guncangan jembatan begitu terasa saat dilalui, apalagi jika kendaran bermotor roda dua melintas, sehubungan bentangan tali seling baja yang menggantung di atas kali Ciujung untuk penyangga bantalan plat besi cukup panjang sekitar 95 meter. Kali Ciujung yang membelah dan menjadi perbatasan wilayah ini cukup lebar.
Pasiter Kodim 0603/Lebak, Kapten. Inf. Subagyo, menanggapi usulan warga, bahwa dalam program TMMD ke-110/2021 tidak ada kegiatan untuk pembangunan jembatan. TMMD kali ini fokus membuat badan jalan desa yang menghubungkan Desa Gununganten – Desa Jayasari. Bentangan jembatan kali Ciujung di Kebon Kopi, bentangannya cukup panjang sekitar 95 meter. Tapi, usulan warga akan disampaikan kepada pihak yang lebih berkompeten.
Kepala Desa Gununganten, Suparman, menjawab pertanyaan Bantengate, mengatakan, pihaknya sudah berulangkali mengusulkan permohonan kepada Pemerintah Kabupaten Lebak untuk membangun jembatan yang menghubungkan masyarakat Desa Gununganten dan sekitarnya dengan jalan raya Rangkasbitung – Cileles.
“Usulan dari pemerintah desa sudah disampaikan ke Pemkab. Lebak, bahkan pada tahun 2014 yang lalu hampir dipastikan jadi dibangun jembatan permanen di Kebon Kopi ini. Badan jalan atau lahan untuk menuju lokasi jembatan yang berada di Kampung Cipeucang, Kecamatan Cikulur, sudah disiapkan. Namun, informasinya diperlukan biaya yang cukup besar, sekitar Rp 10 miliar,” kata Suparman, Rabu (10/3).
Dalam Musrenbang Desa Gununganten tahun 2021, pembangunan jembatan di kampung kebon kopi diusulkan kembali dan menjadi prioritas. Masyarakat meminta kepada Pemkab. Lebak, sekalipun tidak permanen atau masih berstatus jembatan gantung yang terpenting bisa dilalui kendaraan roda empat untuk jenis kecil dan diperkirakan memerlukan biaya Rp 3,5 miliar.
Jembatan gantung di kebon kopi, menghubungkan akses jalan dari Desa Gununganten dan sekitarnya dengan jalan raya Rangkasbitung – Cileles – Malingping. Selain itu juga menghubungkan antara masyarakat Desa Inten Jaya – jalan Leuwidamar melintasi situ Palayangan, dan menuju terminal mandala melalui lajur Cibeureum.
Dari Desa Gununganten, juga bisa menghubungkan akses jalan raya Cileles melalui Desa Margatirta – Cilalay – Leuwibuled, Desa Jasari, sepanjang 8 KM yang sekarang menjadi lokasi TMMD ke-110/2021 yang akan berakhir pada 31 Maret 2021.
Baca Juga: Satgas TMMD Kodim 0603/Lebak, Berikan Penyuluhan Wawasan Kebangsaan di Desa Gununganten
Desa Gununganten memiliki potensi sumber daya alam dan wisata sejarah/budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Sumedang Larang. Di Desa Gununganten terdapat peristirahatan terakhir (makam) para patih kerajaan Sumedang, seperti Raden Jayasakti, sahabat Raden Jaya Perkasa, Raden Bima Sakti dan Pangeran Dalem Buku.
Setiap hari, terutama pada bulan Maulid, Desa Gununganten dikunjungi ribuan orang yang berziarah ke makam Karomah Patih Raden Jaya Sakti, di Desa Gununganten. Sayangnya, untuk menuju lokasi belum bisa dilalui kendaraan roda empat.
Raden Jayasakti dan Raden Jayaperkasa, adalah dua patih Kerajaan Sumedang, yang waktu itu bagian dari Kerajaan Pajajaran, ditugaskan ke Banten. Raden Jaya Perkasa kembali ke Sumedang hingga akhir hayatnya, dan di makamkan di Dayeuh Luhur, bersama dengan Raja Sumedang, Pangeran Geusan Ulun Angkawijaya.
Sedangkan Raden Jayasakti, memilih menetap di Banten dan bermukim di Desa Gununganten hingga akhir hayatnya. Menurut para sepuh, nama Desa Gunungaten berasal dari nama Timbanganten, salah satu nama kerajaan di tatar sunda dengan pusat pemerintahan di Tegalluar yang wilayahnya hingga ke Tarogong, Garut.
Sementara untuk sumber daya alam, terutama areal pesawahan cukup luas dan sudah bisa melaksanakan tanam padi 3 kali dalam setahun, seiring dengan tersedianya saluran air yang dimotori P3A Mitra Cai dan kelompok tani dengan cara pompanisasi dari kali Ciujung dan Cikeuyeup. Pada saat sekarang pun pesawahan di areal blok Cikalong, sawah tadah dan sekitarnya tanaman padi tengah berbuah dan tidak lama lagi akan panen.– (vina)