Lebak, Bantengate.id–Penampilan seni tradisional Calung Renteng, yang telah lama terlupakan, kembali bisa disakskan masyarakat di Provinsi Banten. Acara tersebut di gelar kelompok seniman Teater Guriang Tujuh, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, dari tanggal 3 Mei – 6 Mei 2024.
Pimpinan Teater Guriang Tujuh, Dede Abdul Majid, mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen sebagai generasi penerus untuk melestarikan keberagaman budaya Indonesia. Selama pertunjukan, semua kegiatan di dokumentasikan secara visual ( foto), video, dan catatan tertulis.
“Masing-masing karya budaya memiliki nilai yang tak ternilai, dan kami merasa terpanggil untuk melestarikan agar warisan budaya ini tetap tumbuh dan berkembang serta dikenal oleh generasi muda,” kata Dede, dedengkot teater Guriang Tujuh, Senin (6/5/2024).
Dikatakan Dede, dalam pertunjukan kesenian ini juga dilakukan pendokumentasian yang melibatkan masyarakat setempat sebagai apresiator, sebagai upaya pemberdayaan komunitas. Melalui pendokumentasian ini, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian budaya akan meningkat, dan langkah-langkah konkret dapat diambil untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya yang ada.
Selain Calung Renteng Buhun, dua kesenian lainnya yang turut didokumentasikan adalah Rengkong Warung Banten dan Dzikir Beluk Saman. Dengan kegiatan ini, Teater Guriang Tujuh Indonesia, berharap dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya pelestarian dan peningkatan apresiasi terhadap kekayaan budaya Indonesia, kata Dede.
Seni tradisional Calung Renteng, sebuah alat musik tradisional dari tanah Sunda yang dimainkan oleh enam orang pemain. Seni tradisional memiliki ini memiliki daya tarik tersendiri yang membawa kita pada perjalanan melintasi waktu, menghubungkan kita dengan akar budaya nenek moyang.
Kehadiran Calung Renteng tetap memancarkan pesona dan kekayaan budaya Sunda. Seni tradisional dengan alat yang terbuat dari bambu hitam yang proses pembuatannya melibatkan kesabaran dan keahlian. Calung Renteng tidak hanya menjadi alat musik, tetapi juga sebuah simbol kebersamaan dan keuletan dalam melestarikan warisan leluhur.–(ridwan)