Menakar Demokrasi Indonesia Kedepan

MENAKAR DEMOKRASI INDONESIA KEDEPAN . Oleh, Hayat Syahida . Tiada kawan yg abadi ataupun lawan yg abadi didalam politik yg abadi hanyalah kepentingan , proses pemungutan suara sudah usiai dlm tahap pelaksanaan pencoblosan dan masuk dlm tahapan penghitungan suara , berbagai riak bahkan gelombang terus bergulir , para petinggi partai mulai ancang ancang saling lirik , melihat peluang yg bisa menguntungkan kepentingan partai nya dimasa yg akan datang . SURYA PALOH sudah mulai melangkah walaupun masih gengsi gengsian siapa yg mengundang dan siapa yg di undang tapi yg pasti paloh dan Jokowi sudah makan malam bersama yg memungkinkan mereka berbicara bagaimana menjaga kondusipitas negara kedepan , ini mengisyaratkan kemungkinan Nasdem akan menjadi koalisi pemerintahanya prabowo kedepan dan jokowi sebagai jembatanya. PKB yg partainya mulai gemuk sebenarnya punya potensi utk menjadi oposisi akan tetapi kalo melihat tradisi PKB yg slalu jadi koalisi dari pemerintahan kemungkinanya akan mencari aman utk ikut bergabung dipemerintahanya Prabowo Gibran . Tinggal skr PDI PERJUANGAN DAN PKS , dua partai ini sudah terbiasa menjadi oposisi . Dalam prediksi saya PDIP itu akan lebih menguntungkan utk menjadi oposisi guna mendapatkan simpati para pendukungnya kedepan .selain daripada itu pemerintahan dg koalisi gemuk akan memudahkan segala kebijakanya dimanipulasi krn tdk ada kontrol dari oposisi akan membahayakan demokrasi , mudah mudahan PDIP tetap teguh utk menjadi penyeimbang pemerintahan yg akan datang .tinggal skr PKS sebagai sebagai partai penyokong Anis masih blm bisa dibaca arahnya , sebagai oposisi dia juga punya pengalaman seperti Pdip , apabila PKS dan PDIP jadi oposisi , kelihatanya tdk akan bisa kerjasama secara maksimal krn pdip dan pks tidak memiliki tradisi kerjasama yg baik bahkan seperti minyak dan air , kerjasama mungkin hanya utk hal hal tertentu saja , sementara koalisi gemuk pemerintahan bisa mendominasi keputusan keputusan dan menenggelamkan oposisi kondisi ini akan berbahaya bagi Demokrasi Indonesia kedepan . Wallohualam bisawab . *).Penulis pemerhati kebijakan publik, tinggal di Bayah, Kabupaten Lebak, Banten

Bacaan Lainnya

Oleh, Hayat  Syahida

TIADA kawan yang abadi ataupun lawan yang abadi di dalam politik,  yang abadi hanyalah kepentingan.  Proses pemungutan suara Pemilu 2024  sudah usai dalam tahap pelaksanaan pencoblosan  dan kini masuk dalam tahapan penghitungan suara.

Riak gelombang kritik dari berbagai eleman masyarakat menyampaikan asprasi terus bergulir, terutama saat melihat hasil penghitungan suara sementara melalui media website KPU ataupun yang beredar di media sosial. Sementara para petinggi partai nampak mulai  memasang ancang-ancang  dan saling melirik, untuk melihat  peluang yang bisa menguntungkan kepentingan partainya di masa mendatang.

Surya Paloh, misalnya, sudah mulai melangkah  walaupun nampak masih gengsi, siapa yang mengundang dan siapa yang di undang.  Tapi yang pasti  Surya Paloh dan Jokowi sudah makan malam bersama  yang memungkinkan mereka berbicara  bagaimana menjaga kondusipitas negara kedepan.

Ini mengisyaratkan, kemungkinan, Nasdem akan menjadi koalisi pemerintahan Prabowo kedepan, dan Jokowi sebagai jembatanya. Sementara Partai PKB  yang partainya mulai  gemuk, sebenarnya  punya potensi  untuk menjadi oposisi. Akan tetapi jika melihat tradisi PKB  yg selalu jadi koalisi dari pemerintahan sebelumnya, kemungkinan akan mencari aman  untuk ikut bergabung bersama  Pemeritahan Prabowo -Gibran .

Tinggal sekarang  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dua  partai ini sudah terbiasa menjadi oposisi .

Dalam prediksi saya PDIP  akan lebih menguntungkan  untuk menjadi oposisi  guna mendapatkan simpati  para pendukungnya di masa depan. Selain itu,  pemerintahan  dengan koalisi gemuk  akan memudahkan segala kebijakanya  “dimanipulasi”  karena tidak ada kontrol dari oposisi  dan ini dapat membahayakan demokrasi. Saya berharap PDIP semoga tetap teguh untuk menjadi penyeimbang pemerintahan yang akan datang.

Tinggal sekarang  Partai PKS  sebagai  partai pendukung  Anis, saya masih  belum membaca arahnya. Sebagai oposisi dia  juga punya pengalaman seperti PDIP. Apabila Partai PKS dan PDIP menjadi oposisi, nampaknya tidak akan bisa kerjasama secara  maksimal,  karena  PDIP dan PKS tidak memiliki tradisi kerjasama yang baik, bahkan seperti minyak dan air. Kerjasama mungkin hanya untuk hal-hal tertentu saja.

Sementara koalisi gemuk pemerintahan  bisa  mendominasi  dalam pengambilan keputusan – keputusan, sehingga akan menenggelamkan oposisi. Kondisi ini  akan berbahaya bagi perjalanan demokrasi di Indonesia kedepan. Wallahualambissawab.–(****)

*).Penulis pemerhati kebijakan publik, tinggal di Bayah, Kabupaten Lebak, Banten

Pos terkait