Mengenal Sosok Abuya H. Ibrahim, Wedana Cilangkahan Pertama di Banten Kidul

Mengenal Sosok Abuya H. Ibrahim, Wedana Cilangkahan Pertama di Banten Kidul

Lebak, Bantengate.id–Abuya H. Ibrahim bin H. Ahmad bin Rakam adalah seorang ulama termashur, pada zamannya. Almarhum pernah  menjadi Wedana Cilangkahan yang pertama, setelah Indonesia merdeka.   Sebelumnya, Cilangkahan, adalah ibu Kota Kabupaten Banten Kidul yang dibubarkan pada Tahun 1828 dan dibentuk Kabupaten Lebak Parahiyang pada Tanggal 28 Desember 1828, yang berpusat di Lebak Parahyang, Kecamatan Leuwidamar.

Bacaan Lainnya

Kabupaten Lebak, saat itu terbagi menjadi 4 Kewedanaan; Cilangkahan, Parungkujang ( Tarungkjang), Rangkasbitung dan Kewedanaan Sajira.

Abuya H. Ibrahim, lahir di Sawarna sekitar  tahun 1890 dan wafat di Kampung Pagelaran tahun 1990. Beliau menimba ilmu agama di seorang ulama, KH Abdul Karim, di Kampung Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, kemudian menikah dengan Hj. Rokayah, anak gurunya. Dari hasil pernikahannya, Abuya H. Ibrahim, mempunyai keturunan 8 (delapan) orang anak, yakni; Hj Hindun, Hj Rodiyah, H Aly, H Badrudin, Hj Fatimah, Hj Rihanah, dan dua orang meninggal di Mekkah.

Setelah Abuya Ibrahim belajar ilmu agama di tanah air (dilingkungan keluarga), kemudian berguru ke Abuya Jasir di Makkah Al Mukaramah, selama kurang lebih 6 tahun, bersama sahabatnya KH.Armin (Cibuntu Kabupaten Pandeglang), KH. Abuya Damanhuri (Cikadueun Kabupaten Pandeglang), dan KH Abuya Dulhak Cuping (Kecamatan Cipanas, Lebak).

Pada sekitar tahun 1945 -1948, Abuya H. Ibrahim, diangkat menjadi Wedana pertama di Kewedanaan Cilangkahan oleh Bupati Kabupaten Lebak yang ke-10 yaitu Tb KH Hasan. Sementara,  yang menjabat sebagai Residen Banten, saat itu  adalah, KH Achmad Khotib.

Pada tahun 1948 Abuya KH Ibrahim mengundurkan diri dari jabatan Wedana Kewadanan Cilangkahan. Selama ia menjabat Wedana (demang), tidak mau menerima gaji. Begitupun,  hak pensiunan maupun pesangon, tidak diterima.  Alasan pengunduran diri Abuya Ibrahim dari jabatan strategis pada saat itu, karena kondisi negara dianggap sudah mulai kondusif dan ingin membuka pesantren di tanah mertua di Kampung Pagelaran Kecamatan Malingping, Lebak, Banten.

Pada tahun 1960-an,  Abuya H. Ibrahim, membuka Pondok Pesantren dengan mengajarkan materi Al Quran, Hadis, Nahwu dan Shorof (Amil dan Jurumiyah). Santrinya, selain warga  sekitar wilayah Kewedanaan Cilangkahan, Kabupaten Lebak, juga berdatangan dari;  Sukabumi, Bogor, Tangerang, Serang, dan daerah lainnya.

Untuk mendirikan bangunan pesantren,  Abuya H. Ibrahim dibantu H. Sarinda, yang mewakafkan tanahnya. Di tanah tersebut dibangun kobong (pondok santri) dan hinga kini masih berdiri. Bangunan tersebut kini menjadi Majlis Ta’lim Matlabul Hidaya, dan sebuah Masjid di pinggir jalan Raya Malingping Bayah  yang sekarang diberi nama masjid Jami’ Al Mujahirin.

Dalam perjalanan mengembangkan syiar agama Islam,  Abuya H. Ibrahim,  didukung tokoh ulama lainnya seperti Kyai Padma, orang tua dari alm H. Odih Chudori Padma, yang pernah menjabat Wakil Bupati Lebak pada periode tahun 2003. Sedangkan dari sisi pemerintahan, keamanan, ketertiban, budaya, dan sosial kemasyarakatan tak lepas dari sumbangsih pemikiran seorang anggota polisi berpengaruh pada zaman itu, H Mochamad Bagawi.

Selanjutnya di atas tanah wakaf dari H Ahmad bin Abdul Karim seluas 350 meter berdiri gedung Pendidikan Maulana Yusuf (dibangun Korem 064/Maulana Yusuf tahun 1971). Sementara, pembangunan pondok pesantren yang dirintis Abuya Ibrahim,  juga dibantu oleh beberapa tokoh masyarakat sekitar, diantaranya; Ismail (adiknya), Jaro Sabirin, Kyai Abdul Halim, H Rusdi, Misnan, Kodel, Omon, Ujang Rojak, H Sajuki, KH Subaeta, H Sulaeman Ma’ruf, dan  masyarakat  umumnya.–(dimas)

Pos terkait