Menteri ATR/BPN AHY Resmi Buka Konferensi Internasional Registrasi Tanah Ulayat

Menteri ATR/Kepala BPN AHY Resmi Buka Konferensi Internasional Registrasi Tanah Ulayat

Bandung, Bantengate.id— Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), secara resmi membuka International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries yang diselenggarakan di Trans Luxury Hotel, Bandung, pada Kamis 5 September 2024.

Bacaan Lainnya

Dalam sambutannya, AHY menjelaskan bahwa tanah adat atau tanah ulayat merupakan salah satu dari tiga elemen utama dalam sistem pertanahan di Indonesia. Menurutnya, tanah ulayat mencakup kepemilikan komunal yang mencerminkan keterikatan mendalam antara masyarakat adat dan lingkungan sekitar.

“Hubungan antara masyarakat adat dengan tanah mereka bukan sekadar fisik, melainkan juga spiritual, kultural, dan sosial yang melindungi dan menopang kehidupan mereka,” jelasnya.

AHY menyoroti bahwa masyarakat adat sering kali kehilangan tanah ulayat mereka karena penyerobotan ilegal dan eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian ATR/BPN telah mengambil langkah-langkah tegas dengan menetapkan aturan ketat terkait pengelolaan tanah ulayat.

“Pada tahun 2021, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 yang menjamin pengelolaan hak atas tanah ulayat. Ini merupakan langkah penting dalam upaya melindungi hak-hak masyarakat adat,” ungkap AHY.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 2024, pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 untuk memastikan implementasi yang lebih efektif dalam administrasi pertanahan serta sertifikasi hak pengelolaan tanah ulayat bagi masyarakat adat.

Sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut, Kementerian ATR/BPN juga telah melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk mempercepat proses sertifikasi seluruh bidang tanah di Indonesia, termasuk tanah-tanah ulayat.

“Melalui program PTSL, sejak 2017 hingga saat ini, telah mencapai kemajuan signifikan dengan menerbitkan sertifikat untuk 117 juta bidang tanah dari total target 126 juta bidang,” jelasnya.

Selain itu, AHY juga menyampaikan bahwa kementeriannya telah menerbitkan 24 Hak Pengelolaan (HPL) untuk tanah ulayat yang mencakup hampir 850 ribu hektare di Sumatra Barat, Papua, Jawa Barat, Bali, dan Jambi.

“Tahun ini, kami menargetkan penerbitan HPL tanah ulayat seluas 10 ribu hektare di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan,” tambahnya.

AHY menekankan bahwa pencapaian ini merupakan hasil kolaborasi yang baik antara Kementerian ATR/BPN dengan masyarakat lokal, institusi akademik, serta mitra internasional. Dalam upaya ini, kementerian juga telah bekerja sama dengan berbagai universitas di Indonesia, termasuk Universitas Andalas dan Universitas Hasanuddin, untuk memastikan kebijakan didasarkan pada penelitian ilmiah dan adat istiadat yang relevan.

“Dalam jangka panjang, kami berkomitmen untuk memastikan seluruh tanah ulayat di Indonesia tersertifikasi demi melindungi hak-hak masyarakat adat yang berhak atas tanah tersebut,” tegasnya.

Konferensi internasional ini berlangsung dari 4 hingga 7 September 2024, dengan tema; Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries: Socialization of Ulayat Land in Indonesia. Acara ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara yang memiliki perhatian terhadap masalah tanah ulayat dan masyarakat hukum adat, seperti Thailand, Malaysia, Timor Leste, Laos, dan Filipina.

Selain itu, berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO) internasional yang aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat adat turut serta dalam konferensi ini, di antaranya World Resources Institute (WRI) Global, Lincoln Institute, Food and Agricultural Organization (FAO), dan Bank Dunia.

Konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dalam pengelolaan tanah ulayat di Indonesia serta negara-negara ASEAN lainnya, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperkuat hak-hak masyarakat adat.–(dimas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *